Materi pada perkuliahan ke – sepuluh ini diarahkan mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan Tanggung Jawab Organisasi Bisnis Dampak Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Bisnis Global Dan Mengelola Isu Lingkungan dan History Dan Konsep CSR: isu dalan pelaksanaan CSR, proses Aktivitas CSR dan Danpak Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan.
DESKRIPSI SINGKAT MATERI :
1. History
CSR
2. Konsep
CSR
B. ISU DALAM PELAKSANAAN CSR
C. PROSES AKTIVITAS CSR
D.
DAMPAK LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
E. EVALUASI
F. PROGRAM CSR BIDANG LINGKUNGAN
SEBAGAI SARANA PROPER
G. KASUS
TUJUAN PEMBELAJARAN :
Secara umum, materi ini akan
memberikan bekal kemampuan bagi Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan
Tanggung Jawab Organisasi Bisnis Dampak Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Bisnis Global Dan Mengelola Isu
Lingkungan Secara khusus, materi ini akan membekali mahasiswa mampu
menjelaskan History Dan Konsep CSR: isu dalan pelaksanaan CSR, proses Aktivitas
CSR dan Danpak Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan.
PENYAJIAN :
TANGGUNG JAWAB ORGANISASI BISNIS
DAMPAK LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
DALAM BISNIS GLOBAL DAN MENGELOLA ISU LINGKUNGAN
A. HISTORY DAN KONSEP CSR
1. HISTORY CSR
Corporate
Social Responsibility (selanjutnya
disingkat CSR) telah muncul sejak awal abad 19 di Amerika Serikat, dan kemudian
berkembang di negara-negara lain termasuk Indonesia. Di Indonesia CSR mulai
berkembang sejak tahun 1980- an. CSR merupakan program sosial perusahaan untuk
memberikan bantuan dan memberdayakan masyarakat di sekitar perusahaan sebagai
bentuk pertanggungjawaban sosial atau kompensasi atas berbagai hal yang hilang
dari masyarakat karena beroperasinya perusahaan. Berdasarkan berbagai sumber,
CSR merupakan bagian dari kegiatan perusahaan, yaitu program perusahaan untuk
menjaga kelangsungan usahanya dengan memperhatikan hubungan internal dan eksternal
perusahaan. Program CSR yang dilakukan dengan baik akan berdampak positif bagi
kelangsungan hidup perusahaan, namun sebaliknya jika CSR tidak dilakukan dengan
baik maka bukan tidak mungkin akan muncul berbagai kendala yang dapat
mengganggu keberlangsungan perusahaan.
Di Indonesia, CSR telah menjadi kewajiban bagi setiap
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan menggunakan sumber daya
alam dalam operasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 74 UU No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 15, Pasal 17, dan Pasal 34 UU No.25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal, yang di dalamnya mengatur kewajiban bagi
perusahaan untuk menyelenggarakan program CSR. Meskipun secara yuridis
Pemerintah telah membuat regulasi terkait CSR, namun dalam implementasinya
hingga sekarang masih terdapat banyak CSR yang tidak tepat sasaran atau tidak
optimal dalam memberikan bantuan bagi pemberdayaan masyarakat.
2. KONSEP CSR
CSR terkait dengan upaya pemberdayaan dan kesejahteraan
masyarakat sekitar perusahaan. Menurut ISO 26000 yang dikutip Putra (2015:1): Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab sebuah organisasi
terhadap dampak keputusan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan
etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat. Tanggung jawab tersebut harus mempertimbangkan harapan pemangku
kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan noma-norma perilaku
internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.”
CSR mengandung nilai etis dan filantropis dalam rangka
kesejahteraan masyarakat. Menurut Suharto (2007:102), sebuah perusahaan tidak
hanya memiliki tanggung jawab ekonomis, melainkan juga tanggung jawab legal,
etis, dan filantropis: 1) Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah make
a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba, perusahaan harus
memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus
hidup dan berkembang,; 2) Tanggung jawab legal. Kata kuncinya adalah obey
the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan
tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang ditetapkan Pemerintah; 3)
Tanggung jawab etis. Kata kuncinya adalah be ethical. Perusahaan
memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik benar, adil, dan fair.
Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi pelaku organisasi perusahaan;
4) Tanggung jawab filantropis. Kata kuncinya adalah be a good citizen.
Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum, dan berperilaku etis,
perusahaan juga dituntut untuk dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan
secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan bersama.
Selanjutnya Suharto (2007:103-104) mengemukakan bahwa
munculnya konsep CSR didorong oleh kecenderungan pada masyarakat industri yang
kurang memedulikan masyarakat sekitar, yang mencakup: 1) dehumanisasi “Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab sebuah organisasi
terhadap dampak keputusan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan
etis yang sejalan dengan industri. Efisiensi dan mekanisasi yang semakin
menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan
baik di kalangan buruh maupun masyarakat sekitar perusahaan. Perampingan
perusahaan telah menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan
pengangguran. Ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi
dan kerusakan lingkungan yang hebat; 2) equalisasi hak-hak publik. Masyarakat
semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas
berbagai masalah sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan. Kesadaran ini semakin
menuntut akuntabilitas perusahaan bukan saja terkait dengan proses produksi,
melainkan juga berbagai masalah sosial yang ditimbulkan; 3) Aquariumisasi dunia
industri. Dunia kerja semakin transparan, sehingga perusahaan yang hanya
memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan
filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus,
masyarakat menuntut agar perusahaan ditutup; 4) Feminisasi dunia kerja. Semakin
banyaknya wanita bekerja semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja
terhadap lingkungan internal organisasi seperti pemberian cuti hamil dan
melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, namun juga timbulnya biaya-biaya
sosial seperti penelantaran anak dan kenakalan remaja akibat berkurang atau
hilangnya ibu-ibu di rumah dan lingkungan masyarakat.
CSR terkait dengan hubungan antara perusahaan dan
masyarakat di sekitarnya dalam rangka mendapatkan kehidupan yang berkualitas,
di mana perusahaan dapat hidup dan berkembang dan masyarakat dapat menerima
benefit dari perusahaan. Menurut World Bank yang dikutip Azheri
(2012:20), definisi CSR adalah:
“The commitment of business to contribute to sustainable
economic development working with employees and their representatives, the
local community and society at large to improve quality of life, in ways that
are both good for business and good for development.”
CSR membutuhkan landasan yang kuat untuk implementasinya,
karena tanpa landasan yang kuat maka akan sulit diharapkan membawa dampak
positif bagi masyarakat. CSR memiliki pilar-pilar yang mendasari pelaksanaannya.
Menurut Prince of Wales International Business Forum yang dikutip Azheri
(2012:28-29), ada lima pilar aktivitas CSR, yaitu: 1) Building human capital,
ini berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan sumber daya manusia
yang handal, sedangkan secara eksternal perusahaan dituntut melakukan
pemberdayan masyarakat; 2) Strengthening economies, perusahaan dituntut
untuk tidak menjadi kayasendirisementarakomunitasdilingkungannya miskin.
Perusahaan harus memberdayakan ekonomi sekitarnya; 3) Assesing social
chesion, upaya untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar
tidak menimbulkan konflik; 4) Encouraging good governance, perusahaan
dalam menjalankan bisnisnya, harus mengacu pada Good Corporate Governance (GCG);
5) Protecting the environment, perusahaan harus berupaya menjaga
kelestarian lingkungan.
Berdasarkan konsep di atas, maka penyelenggaraan CSR
haruslah didasarkan pada tujuan untuk membangun sumber daya manusia yang
handal, menambah kekayaan atau mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, menjaga
hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar, mendukung tata kelola perusahaan
yang bersih, dan melestarikan lingkungan. Semua itu perlu dilakukan untuk
kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan CSR terkait dengan industrialisasi yang umumnya
terjadi di negara-negara berkembang. Sebagaimana dikemukakan Strahm (1999:183)
bahwa negara berkembang mempunyai kedudukan yang penting di mata negara
industri Barat, terutama karena alasan sebagai berikut: 1) Negara berkembang
merupakan pasar untuk menampung produk industri dan pertanian yang melimpah.
Hal ini menjadi tambah penting ketika angka pengangguran di negara industri
meningkat; 2) Negara berkembang merupakan halaman belakang industri Barat,
terutama dengan memanfaatkan upah buruh yang rendah bagi produksi yang
memerlukan banyak tenaga kerja; 3) Beberapa negara berkembang merupakan
pengekspor bahan baku yang sangat diperlukan; 4) Dengan keindahan dan kekayaan
alamnya, negara berkembang cocok dijadikan suaka alam, sebagai obyek wisata, dan
pemasok kayu; 5) Negara berkembang sebagai pasar dan tempat uji coba
persenjataan, yakni dengan memicu pecahnya ‘perang boneka’.
Berdasarkan Strahm, banyak program CSR dilakukan perusahaan
yang terlihat sebagai suatu program pemberdayaan masyarakat yang bermanfaat
bagi masyarakat, namun sesungguhnya ada maksud lain dari perusahaan asing yang
beroperasi di Indonesia. Untuk hal seperti ini, perlu dilakukan pengawasan dan
analisis yang tajam demi merancang strategi ke depan untuk kepentingan
masyarakat. Prinsip profesional perusahaan dan prinsip CSR untuk pemberdayaan
masyarakat perlu dibuat seimbang sehingga terjalin hubungan yang baik antara
perusahaan dengan masyarakat sekitar. Hubungan yang bersifat mutualis perlu
dibangun, demi kelangsungan perusahaan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan
melalui program CSR. Menurut Kanarisna, ada 6 hal yang dapat dipilih perusahaan
untuk menyelenggarakan program CSR: 1) Promosi kegiatan sosial (cause
promotions); 2) Pemasaran terkait kegiatan sosial (cause related
marketing); 3) Pemasaran kemasyarakatan korporat (corporate societal
marketing); 4) Kegiatan filantropi perusahaan (corporate philanthropy);
5) Pekerja sosial kemasyarakatan secara sukarela (community volunteering);
6) Praktik bisnis yang memiliki
tanggung jawab sosial (socially
responsible business practice.
Berdasarkan Kanarisna (2013), perusahaan perlu senantiasa
menjalin kerja sama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan apa yang terbaik
terkait program CSR. Dengan komunikasi yang baik maka masyarakat bisa
mengemukakan apa yang sebaiknya dilakukan terkait CSR, dan perusahaan juga
dapat memahami permasalahan yang dihadapi masyarakat serta bagaimana cara
mengatasinya. Dengan demikian, perusahaan akan dapat memilih salah satu atau
lebih cara dan bentuk kegiatan untuk kepentingan masyarakat.
Perusahaan perlu melakukan hal terbaik dalam rangka
pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan Info Komunitas CSR, ada 8 komponen utama yang dapat digunakan untuk penerapan CSR yang
baik, yaitu: 1) Tingkah laku bisnis etis, meliputi: sifat adil dan jujur,
standar kerja tinggi, melatih etis para pimpinan dan eksekutif; 2) Komitmen
tinggi pada stakeholders, meliputi: keuntungan untuk semua stakeholders,
adanya inisiatif dan mewujudkan dialog; 3) Peduli masyarakat, meliputi:
membangun hubungan timbal balik, dan melibatkan masyarakat dalam operasi
perusahaan; 4) Terhadap konsumen, melindungi hak-haknya, kualitas layanan, dan
memberi informasi jujur; 5) Terhadap pekerja, meliputi: membangun lingkungan
kekeluargaan, tanggung jawab (accountable), upah yang wajar, komunikasi
yang luwes, dan mengembangkan pekerja; 6) investasi secara kompetitif; 7) Untuk
pemasar: berbisnis secara adil; 8) Komitmen terhadap lingkungan, meliputi: menjaga
kualitas lingkungan, dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.
Perusahaan perlu memahami 8 komponen tersebut dan
menggunakannya untuk memberikan CSR terbaik bagi masyarakat. Komponen-komonen tersebut
sekaligus juga dapat menjadi pedoman untuk melakukan evaluasi apakah selama ini
perusahaan telah melakukan hal-hal yang benar dan tepat terkait CSR.
Komponen-komponen tersebut perlu dilihat kembali apakah sudah dilakukan sesuai
prosedur dan memenuhi kriteria dalam pemberdayaan masyarakat.
CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
kepedulian yang selayaknya dilakukan oleh perusahaan untuk masyarakat, agar
mereka mendapat benefit dari keberadaan perusahaan di wilayahnya, dan
bukan merugi akibat kehilangan lahan serta sebagian ritual kehidupannya. Di
Indonesia CSR diatur dalam Pasal 74 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan Pasal 15, Pasal 17, dan Pasal 34 UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman.
Terkait kewajiban CSR bagi perusahaan, Pasal 74 Ayat (1) UU
PT No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Terkait anggaran
CSR, Ayat (2) UU PT menyatakan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan & diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan
& kewajaran. Sedangkan terkait ancaman pidana, Ayat (3) UU PT menyatakan
bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dapat dipidana
Perusahaan harus memerhatikan masyarakat dan lingkungan di
mana mereka beroperasi. Hal ini diatur dalam UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Pasal 15 UU tersebut menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban:
a) menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b) melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan; c) membuat laporan tentang kegiatan penanaman
modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d)
menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman
modal; e) mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.
Terkait dengan kelestarian lingkungan, Pasal 17 UU Pasar Modal
menyatakan bahwa penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak
terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi
yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan terkait ancaman
pidana, Pasal 34 UU Pasar Modal Ayat (1) menyatakan bahwa badan usaha atau
usaha perseorangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif dan sanksi pidana lainnya sesuai
ketentuan perundang-undangan.
B.ISU DALAM
PELAKSANAAN CSR
Meskipun secara yuridis Pemerintah telah membuat regulasi
terkait CSR, namun dalam implementasinya hingga sekarang masih terdapat pelaksanaan
CSR yang tidak tepat sasaran atau tidak optimal dalam memberikan bantuan bagi
pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh, berikut adalah beberapa kasus dari
berbagai sumber :
1.
Beberapa konflik
sosial perusahaan terkait CSR yang pernah terjadi di Indonesia: PT Freeport di
Jaya Pura; PT Inti Indorayon di Porsea Sumatera Utara; PT Samsung di Pasuruan;
PT Exon Mobil di Lhokseumawe Aceh; PT Newmont di Sulawesi Utara.
2. PT. Freeport Indonesia yang beroperasi sejak tahun 1969,
sampai kini tidak lepas dari konflik berkepanjangan dengan masyarakat lokal,
baik terkait dengan tanah ulayat, pelanggaran adat, maupun kesenjangan sosial
dan ekonomi yang terjadi.
Kasus
Pencemaran Teluk Buyat (pembuangan tailing ke dasar laut) akibat operasional PT
Newmont Minahasa Raya (NMR) tidak hanya menjadi masalah nasional, namun
internasional.
Konflik akibat pencemaran lingkungan dan masalah sosial
terkait operasional PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) di wilayah Duri Provinsi
Riau, masyarakat menuntut kompensasi hingga tingkat DPR.
3. Kasus lumpur panas Porong menjadi trigger untuk
kembali menyerukan tanggung jawab kalangan pebisnis terhadap lingkungan
sekitarnya.
Kendala CSR terletak
pada komitmen, perusahaan. Jika perusahaan tidak memiliki komitmen terhadap
lingkungan sekitar, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga
tidak ada. Selain itu, masalah program juga menjadi kendala perusahaan dalam
menjalankan kepedulian sosial. Banyak perusahaan memiliki komitmen tinggi
terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang dilaksanakan tidak
berdasarkan pada ketulusan, namun hanya untuk popularitas semata.
CSR merupakan keharusan bagi perusahaan yang ingin terus
berkembang. Komitmen yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat
mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun
masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap
keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari
pembangunan citra perusahaan. Di negara-negara maju, CSR merupakan salah satu
prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Saat ini
masih banyak perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai peredam gejolak, dan
ini mempunyai banyak risiko seperti menciptakan ketergantungan, psikologi ''tak
pernah cukup', dan tidak mendidik, tidak terprogram, dan tidak akan
berkelanjutan.
Perencanaan program
CSR memerlukan pemahaman yang benar atas kondisi masyarakat, serta tujuan yang
ingin dicapai perusahaan. Salah pendekatan akan menyebabkan ketentraman dan
keamanan perusahaan. Beberapa temuan tentang penyebab kurang berhasilnya CSR:
1) Rendahnya komitmen perusahaan; 2) Kekeliruan perancanan program dan
miskonsepsi; 3) Penempatan personel yang kurang tepat; 4) Penempatan fungsi
dalam struktur organisasi perusahaan (dijabat rangkap), sehingga menjadi
marjinal dan pengambilan keputusan sangat lambat.
4. 4 Johanes Simatupang
Menyatakan isu CSR masih lebih sebatas kabar baik, akan
tetapi pelaksanaannya masih langka.6 Robin (2008) melaporkan ada tiga kondisi yang
dihadapi dalam penerapan CSR yaitu 1) biaya yang ditimbulkan oleh CSR bisa saja
tidak dikenal; 2) keputusan yang berkaitan dengan kompetensi yang tidak
dipunyai perusahaan; dan 3) CSR mungkin akan berkaitan dengan lingkup sosial
yang lebih luas, pemerintah dan masyarakat. Hal ini membuat perusahaan akan
berfikir ulang. Pradjoto (2007) menyatakan bahwa perusahaan melihat CSR sebagai
biaya yang kemudian menjadikan biaya operasional perusahaan meningkat.
Pandangan demikian tentunya berbeda dengan makna CSR yang lebih menekankan
tanggung jawab perusahaan ketimbang sekedar perbuatan baik.
5. Banyak perusahaan menggunakan CSR hanya sebagai marketing gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra perusahaan belaka. Beberapa permasalahan dalam pelaksanaan CSR di Indonesia dalam mewujudkan pelaksanaan GCG “Good Coorporate Governance” di antaranya permasalahan transparansi perusahaan dalam mengelola dan memberikan cost sosialnya kepada masyarakat. Tidak adanya aturan-aturan yang mengatur secara terperinci bagaimana pengelolaan CSR. Ada bentuk penyimpangan yang dilakukan perusahaan dalam melaksanakan CSR-nya, jika dilihat pada program-program bantuan bencana alam, banyak perusahaan khususnya media elektronik yang membuka rekening bantuan untuk menghimpun dana dari masyarakat namun dalam pemberian bantuan mengatasnamakan perusahaan, ini merupakan suatu bentuk penipuan bagi masyarakat.
6.
Pelaksanaan CSR di
Indonesia berbagai permasalahan muncul baik dari masyarakat, pemerintah maupun
perusahaan. Kadang masyarakat belum siap mengimplementasikan CSR terutama bila
sifatnya partisipatif, masyarakat tidak mau diajak berubah dan hanya ingin mendapatkan
bantuan dana saja (filantropi) serta cultur dan terkadang capacity
building ketika masyarakat tidak bisa menyerap keinginan perusahaan.
Sedangkan dari perusahaan masih banyak perusahaan yang menjalankan CSR-nya
hanya untuk meningkatkan image perusahaan, bahkan ada beberapa
perusahaan yang sama kali tidak mau menjalankan CSR.
7.
Jangkauan program CSR
di Indonesia belum merata, belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
CSR dilakukan hanya untuk tujuan pihak-pihak tertentu saja dan tidak bersifat
berkelanjutan.
Pelaksanaan CSR
berpola kemitraan tidak dilakukan secara baik sejak awal. Akibatnya,
pengambilan keputusan- keputusan penting dalam rangka pelaksanaan program
sering dilakukan secara sepihak oleh perusahaan.
C.PROSES
AKTIVITAS
CSR
Proses aktivitas CSR mencakup langkah-langkah Penerapan
CSR sebagai berikut :
1. Perencanaan CSR
2. Persiapan aktivitas CSR
3. Pengungkapan CSR
4. Evaluasi
5. Pelaporan
Langkah Penerapan CSR sebagi berikut :
1. Perencanaan CSR
– Mempersiapkan target dan tujuan dari pelaksanaan CSR untuk perusahaan.
– Mempersiapkan perangkat alat ukur kinerja dan alat ukur status dari CSR.
– Mengidentifikasi inovasi dan/atau intervensi terhadap sistem yang sedang diterapkan.
– Mengidentifikasi masalah CSR yang relevan dengan kegiatan operasional
perusahaan.
– Mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan CSR, baik dengan unit
organisiasi, dan/atau dari kematangan CSR itu sendiri.
– Menentukan daerah operasi perusahaan yang akan diterapkan CSR di dalamnya.
– Mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang
relevan dalam merancang CSR.
– Mempersiapkan program-program dari CSR.
2. Persiapan aktivitas CSR
– Proses pengambilan keputusan dan pengesahan program-program CSR
– Memanage perubahan dan inovasi-inovasi yang dibutuhkan.
– Organisasi program-program CSR, baik internal maupun eksternal
– Sumber daya internal perusahaan dari perusahaan (sumber daya manusia, modal,
dll).
3. Pengungkapan CSR
– Menghubungkan program-program CSR dengan para stakeholders, yang
keterlibatannya akan ditentukan berdasarkan kondisi, prioritas dan anggaran
perusahaan.
– Mengungkapkan program
– Person(s) in charge, orang yang memimpin pelaksanaan program CSR
4. Evaluasi
– Metode pengawasan dan perangkatnya.
– Metode evaluasi dan perangkatnya.
– Mekanisme pengembangan terus menerus.
– Person(s) in charge, orang yang ditugaskan untuk memimpin jalannya evaluasi.
– Mengidentifikasi masalah CSR yang relevan dengan kegiatan operasional
perusahaan.
– Mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan CSR, baik dengan unit
organisiasi, dan/atau dari kematangan CSR itu sendiri.
– Menentukan daerah operasi perusahaan yang akan diterapkan CSR di dalamnya
– Mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang
relevan dalam merancang CSR.
– Mempersiapkan program-program dari CSR.
5. Pelaporan
– Mekanisme dan sistem pelaporan internal dan eksternal.
– Komunikasi internal dan sistem koordinasi.
– Sistem komunikasi eksternal.
– Laporan verifikasi
Prinsip pelaporan CSR
a. Materiality
Laporan disajikan dengan mengungkapkan elemen-elemen yang berpengaruh secara
signifikan terhadap kegiatan operasi perusahaan.
b. Completeness
Informasi yang disajikan lengkap dan akurat dimana penampilan organisasi di
segala area dapat ditaksir dan dipahami.
c. Responsiveness
Organisasi merespon kepeduliannya dengan ikut berpartisispasi dalam menjaga dan
merawat lingkungan, memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar dan ikut
berpatisipasi untuk membangun perekonomian negara.
D.DAMPAK LINGKUNGAN
DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
1.CSR dan Kesejahteraan Sosial
CSR merupakan bagian dari permasalahan kesejahteraan
sosial. Kesejahteraan sosial pada umumnya terkait dengan masalah kemampuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhannya terutama kebutuhan-kebutuhan
yang bersifat dasar. Jika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi
kebutuhan- kebutuhan dasarnya, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai
orang yang miskin atau dengan kata lain tidak sejahtera. Jadi kesejahteraan
sosial terkait dengan tingkat kemiskinan yang ada dalam masyarakat. Kemiskinan
mempunyai banyak rentetan persoalan yang perlu dicermati jika negara ingin
berhasil dalam penanggulangan kemiskinan. Menurut Haughton dan Khandker
(2010:3):
“Kemiskinan terkait dengan, tetapi berbeda dengan,
ketimpangan dan kerentanan. Ketimpangan berfokus pada distribusi atribut,
seperti pendapatan atau konsumsi, di seluruh masyarakat. Dalam kontkes analisis
kemiskinan, ketimpangan perlu diperiksa apabila seseorang yakin bahwa
kesejahteraan individu bergantung pada kondisi ekonomi mereka yang saling
terkait dalam masyarakat. Kerentanan didefinisikan sebagai risiko untuk
terperosok ke dalam kemiskian di masa yang akan datang, bahkan apabila orang
tersebut pada saat ini tidak miskin; hal ini sering kali dikaitkan dengan
pengaruh ‘goncangan’ seperti kekeringan, penurunan harga usaha pertanian, atau
krisis finansial. Kerentanan merupakan sebuah dimensi pokok kesejahteraan
karena hal tersebut memengaruhi tingkah laku setiap individu dalam hal
investasi, pola produksi, dan strategi yang sesuai, serta persepsi tentang
situasi masing-masing.”
Kesejahteraan terkait dengan tantangan- tantangan yang
dihadapi manusia pada jamannya, dan oleh karenanya upaya peningkatan kesejahteraan
harus disesuaikan dengan tantangan- tantangan yang dihadapi. Apa yang terjadi
saat ini tentu berbeda dengan apa yang terjadi 20 tahun lalu, di mana saat ini
bangsa Indonesia telah memasuki era global. Menurut Tilaar (1997:16-17):
“Proses globalisasi bergerak sejalan dalam tiga arena
kehidupan manusia: arena ekonomi, politik, dan budaya. Di dalam arena ekonomi
proses tersebu mengaruhi pengaturan-pengaturan sosial dalam produksi,
pertukaran barang, distribusi, dan konsumsi baik barang maupun pelayanan (service).
Dalam arena politik proses globalisasi menyatakan diri di dalam pengaturan
sosial dalam kaitannya dengan konsentrasi serta aplikasi kekuasaan. Dalam arena
budaya proses globalisasi menyatakan diri di dalam pengaturan sosial dalam
kaitannya dengan pertukaran dan ekspresi simbol mengenai fakta, pengertian,
kepercayaan, selera, dan nilai-nilai.”
Berdasarkan Tilaar, maka upaya pemberdayan masyarakat di
era globalisasi perlu dilakukan di tiga ranah besar yaitu ekonomi, politik, dan
budaya. Dalam hal ini penyelenggaraan CSR harus mampu menangkap apa yang
sesungguhnya menjadi kebutuhan masyarakat di sekitar perusahaan agar dapat
disusun formulasi yang tepat untuk memberdayakan mereka.
Upaya perwujudan kesejahteraan sosial perlu dilakukan bukan
saja melalui perencanaan jangka pendek, namun juga perencanaan jangka panjang.
Terkait dengan ini, Bappenas telah menyusun perencanaan yang komprehensif untuk
pembangunan Indonesia. Menurut Mustopadidjaja AR, dkk (2012:345):
“Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan
yang dihadapi selama kurun waktu 20 tahun mendatang dengan mempertimbangkan modal
dasar yang dimiliki bangsa Indonesia dan amanat perjuangan yang termaktub dalam
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka visi pembangunan
nasional 2005-2025 adalah “Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.”
Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan
sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan kemampuan dan
kekuatan sendiri. Suatu bangsa dikatakan maju apabila memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas, berkepribadian, berakhlak mulia, dan berpendidikan
tinggi.”
Visi pembangunan nasional sebagaimana dicanangkan Bappenas
tersebut sangat inspiratif bagi penyelenggaraan program CSR yang dilakukan
perusahaan. Untuk mencapai Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur perlu
dilakukan upaya serentak di berbagai sektor, dan perusahaan dapat menjadi
bagian penting di dalamnya.
Memang perusahaan merupakan salah satu unsur yang dapat
dimanfaatkan dalam pendanaan pembangunan, dan ini juga yang kemudian
memunculkan istilah kedermawanan sosial perusahaan. Menurut Achwan yang dikutip
Prasentyantoko, dkk. (2012:150): “Setidaknya ada tiga ideologi yang mewarnai
motivasidanpendekatankedermawananperusahaan, yaitu the business of business
is busines, corporate
Selanjutnya Prasentyantoko, dkk. (2012:150- 151)
mengemukakan bahwa ideologi pertama, ‘business is business’ mirip dengan
keinginan Milton Friedman, bahwa perusahaan harus fokus pada business,
karena pada hakekaktnya ia merupakan institusi yang dapat “menciptakan”
kesejahteraan masyarakat. Ideologi kedua, ‘corporate voluntarism’
berpandangan bahwa setiap perusahaan secara sukarela – tanpa campur tangan
negara – dapat mengembangkan dan menjalankan kedermawanan. Ideologi ketiga, ‘corporate
involuntarism’, mengandaikan bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban
menjalankan tanggung jawab sosial sebagaimana diatur dalam aturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Prasentyantoko, dkk., ideologi ketiga telah
memberi inspirasi bagi keberadaan program CSR di perusahaan-perusahaan. Bahkan
pemerintah telah menetapkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur tentang kewajiban
perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial bagi masyarakat di sekitar
perusahaan. Namun demikian, implementasi program CSR belum sepenuhnya
memuaskan. Terkait dengan implementasi kedermawanan sosial perusahaan,
Prasetyantoko, dkk. (2012:152) mengemukakan:
“Kedermawanan sosial perusahaan sekilas tampak sebagai
sebuah moda yang cukup operasional bagi pembiayaan pembangunan. Namun, dalam
praktik di lapangan, kedalamannya sangat terbatas. Banyak kegiatan atas nama
CSR menjadi sekedar kegiatan publisitas dan amal tanpa memiliki kaitan dengan
optimalisasi potensi dalam menjawab kebutuhan masyarakat sekitar.
Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa
penyelenggaraan CSR selama ini belum optimal sehingga manfaat CSR sebagai
sarana untuk pemberdayaan masyarakat masih jauh dari harapan. Jika demikian
halnya, maka kedermawanan sosial dapat dikatakan belum mampu berperan dalam
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2.CSR dan Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Pembangunan Bekelanjutan
CSR merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat di
sekitar perusahaan. Menurut Carlzon yang dikutip Kadarisman (2012:235):
“Pemberdayaan adalah membebaskan seseorang dari kendali
yang kaku dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap
ide-idenya, dan keputusan-keputusannya, serta tindakan-tindakannya.”
Berdasarkan Carlzon, CSR berupaya membebaskan masyarakat
sekitar perusahaan untuk keluar dari permasalahan sosial yang dihadapinya.
Melalui program CSR, perusahaan berupaya memberi kesempatan agar masyarakat
dapat mengembangkan dirinya menjadi lebih mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Dengan demikian, dalam jangka panjang kesejahteraan masyarakat
akan meningkat.
Pemberdayaan masyarakat terkait dengan upaya mengangkat
kehidupan orang miskin untuk menjadi orang yang lebih mandiri dan mampu
menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Dalam pemberdayaan masyarakat perlu
pemahaman akan penyebab kemiskinan masyarakat, agar dapat diputuskan jenis
program yang relevan untuk diterapkan. Ada berbagai penyebab kemiskinan.
Menurut Chamsyah (2006:125):
“Tapi yang paling utama, faktor kemiskinan adalah produk
dari sistem ekonomi yang kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan
secara tidak adil. Fakta empirik menunjukkan bahwa bukan karena tidak ada
makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan, atau tidak ada rumah sehingga
banyak rakyat tinggal di bantaran sungai atau di emperan toko, melainkan
buruknya distribusi makanan, rumah dan sebainya.”
Berdasarkan Chamsyah, maka pemahaman
kondisimasyarakatsekitarperusahaanperlumenjadi fokus perhatian dalam
penyelenggaraan CSR. Pada umumnya perusahaan yang berorientasi profit terlihat
sebagai kapitalis yang dapat berdampak pada tidak meratanya distribusi
sumber-sumber yangadadisekitarperusahaanyangmengakibatkan potensi konflik dalam
masyarakat. Dalam hal sepertiini,diperlukankecermatanperusahaanuntuk memahami
persoalan yang dihadapi masyarakat, dan perusahaan perlu memutuskan pilihan
terbaik untuk pemberdayaan masyarakat.
Menurut Chambers yang dikutip Soetrisno (2001:26-27), ada
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan, di mana satu sama
lainnya terjalin dalam satu kerangka yang disebut ’perangkap kemiskinan’ atau ‘deprivation
trap’ yang terdiri dari 5 unsur yaitu: 1) Kemiskinan itu sendiri; 2)
Kelemahan fisik; 3) Keterasingan atau kadar isolasi; 4) Kerentanan; dan 5)
Ketidakberdayaan. Berdasarkan Chambers, perangkap kemiskinan harus dicegah dan
diatasi, karena perangkap kemiskinan bisa membawa manusia ke dalam jurang
terdalam penderitaan, yang mengakibatkan semakin jauhnya kesejahteraan. Program
CSR seharusnya melihat masalah perangkap kemiskinan yang dialami masyarakat,
sehingga program CSR daat memilih jenis program yang paling tepat dengan
kondisi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat harus didukung oleh penguatan
institusi. Sebagaimana dikemukakan oleh Stamboel (2012:168-169):
“Melihat pentingnya peran negara dalam upaya pengentasan
kemiskinan, membuat para ekonom sepakat bahwa birokrasi yang efektif adalah
syarat dasar bagi competitiveness sebuah bangsa. Bank Dunia dalam
laporannya mengenai Global Competitiveness, bahkan menempatkan institusi
sebagai basic requirement bagi kemajuan sebuah bangsa.”
Berdasarkan Stamboel, negara perlu mendukung upaya
pemberdayaan yang dilakukan perusahaan melalui program CSR. Meskipun telah ada
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan CSR bagi
masyarakat sekitar, namun Pemerintah perlu terus mendorong dan melakukan
pembinaan terkait CSR. Pengawasan dan pembinaan perlu dilakukan pada kedua
belah pihak, baik kepada perusahaan maupun masyarakat, agar program CSR dapat
dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh setiap perusahaan untuk masyarakat di
sekitarnya.
Ada berbagai jenis kegiatan program CSR yang bisa dipilih
oleh perusahaan, dan salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat. Menurut
Untung (2014:117-118), sebenarnya tidak salah jika CSR digunakan untuk kegiatan
filantropi, namun jika CSR digunakan untuk pemberdayaan masyarakat maka akan
memberikan manfaat langsung dan berdampak ganda yang lebih besar serta mampu
secara bertahap mengembangkan kemandirian masyarakat. Hal ini dikarenakan,
melalui pemberdayaan masyarakat, sekurang- kurangnya masyarakat disiapkan
untuk:
a. “Menyadari kesalahannya, masalah yang dihadapi,
peluang-peluang yang dapat dilakukan, serta memilih kegiatan perbaikan
kehidupan yang sesuai dan terbaik dengan daya nalar serta kemampuannya.
b. Melalui proses belajar bersama, berlatih untuk membuat
perencanaan bagi perbaikan kehidupannya.
c. Melakukan kegiatan mereka secara partisipatif dengan
atau tanpa fasilitas pihak luar.
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara partisipatif
terhadap semua kegiatan yang telah mereka lakukan.
e.Memanfaatkan hasil-hasil kegiatan secara partisipatif.”
Berdasarkan Untung, jika perusahaan dapat melakukan
pemberdayaan masyarakat melalui program CSR-nya maka itu merupakan pilihan
terbaik bagi keberlanjutan hidup masyarakat sekitar perusahaan. Hal ini tentu
berbeda jika cara filantropi yang dipilih, di mana bantuan akan terhenti pada
titik tertentu tanpa memerhatikan kelangsungan hidup selanjutnya dari
masyarakat.
Program CSR hendaknya menjadi bagian penting dari proses
pembangunan Indonesia. Sebagaimana dikemukakan Saleh (2013:236):
“Proses pembangunan idealnya haruslah mengarah pada
pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan segenap rakyat. Hal itu akan
tercermin dalam penurunan angka kemiskinan, perbaikan ketimpangan pendapatan,
dan penciptaan lapangan kerja dengan pendapatan yang berkepastian untuk peningkatan
taraf hidup. Untuk mewujudkan langkah ke arah itu, setahap demi setahap perlu
diupayakan peningkatan taraf pendidikan dan kemampuan kerja penduduk usia
produktif, yang terus disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan iklim
persaingan di pasar tenaga kerja lokal maupun global.”
Berdasarkan Saleh, CSR selayaknya dilakukan perusahaan
dengan maksud memberdayakan masyarakat,sehinggamerekadapatbangkitdari
kemiskinan atau keterpurukan lainnya. Dengan keberhasilan program CSR yang
dilakukannya, maka perusahaan dapat dikatakan telah ikut andil dalam
pembangunan nasional, khususnya mengentaskan masyarakat dari kekurangan dan
penderitaan.
Evaluasi
Berdasarkan permasalahan yang menjadi kendala dalam
implementasi CSR sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu dilakukan evaluasi
yang terus-menerus pada berbagai program CSR yang dilakukan perusahaan. Bukan
saja perusahaan yang perlu terus memegang komitmennya untuk memberdayakan
masyarakat, namun juga perlu pemahaman masyarakat akan pentingnya program CSR
bagi mereka. Dengan demikian, perusahaan dan masyarakat dapat menjadi mitra
yang baik dan menjalin kerja sama yang berkualitas untuk meningkatkan
keberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Evaluasi program CSR merupakan hal yang sangat penting dan
bahkan sebuah keharusan bagi perusahaan, mengingat CSR memiliki dua sisi
penggambaran bagi perusahaan. Jika perusahaan sukses dalam melakukan CSR-nya,
maka perusahaan tersebut akan memiliki citra atau nama baik di mata masyarakat,
sedangkan jika tidak sukses dalam menjalankan program CSR-nya maka perusahaan
akan dianggap zalim kepada masyarakat.
Ada beberapa contoh kasus penyelenggaraan program CSR yang
tidak berjalan lancar karena adanya konflik perusahaan dengan masyarakat, di
antaranya terjadi di PT Freeport di Papua, PT Inti Indorayon di Porsea Sumatera
Utara, PT Samsung di Pasuruan, PT Exon Mobil di Lhokseumawe Aceh, dan PT
Newmont di Sulawesi Utara. Konflik yang terjadi berlarut-larut sehingga
kemudian menjadi kendala bukan saja bagi perusahaan yang berupaya menraih
keuntungan dari bisnisnya, namun juga berakibat kegagalan bagi perusahaan untuk
ikut andil dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitarnya.
Jangkauan pelaksanaan program CSR di Indonesia belum
merata, dan masih dilakukan hanya untuk tujuan pihak-pihak tertentu saja dan
tidak bersifat berkelanjutan.10 CSR yang berpola kemitraan tidak dilakukan
secara baik sejak awal, sehingga pengambilan keputusan-keputusan penting dalam
rangka pelaksanaan program CSR sering dilakukan secara sepihak oleh perusahaan.
Dengan demikian, apa yang terjadi dalam CSR belum
sepenuhnya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat, sehingga ke depan
penyelenggaraan CSR bisa lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Perlu
dibangun kesadaran pada perusahaan bahwa masyarakat bukanlah objek, melainkan
subjek yang hidup yang harus dipertanggungjawabkan kodisi sosialnya oleh
perusahaan. Perusahaan harus membuat masyarakat sekitar merasakan benefit dari
perusahaan, melalui program pemberdayaan.
Menurut Emanuel (2011) berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Business for Social Responsibility, manfaat yang dapat
diperoleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain: 1)
Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market share);
2) Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened brand positioning);
3) Meningkatkan citra perusahaan (Enhanced corporate image and clout);
4) Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan pegawai
(Increased ability to attract, motivate, and retain employees); 5)
Menurunkan biaya operasi (Decreasing operating cost); 6) Meningkatkan
daya tarik bagi investor dan analis keuangan (Increased appeal to investors
and financial analyts).
Dengan demikian, perusahaan perlu memandang positif program
CSR, bukan saja karena CSR adalah perintah undang-undang, namun juga manfaat
CSR bagi keberlanjutan perusahaan itu sendiri. Berdasarkan Emanuel, jika
perusahaan melakukan CSR dengan baik, dengan ikhlas, dan dengan semangat
pembangunan nasional, maka perusahaan akan memetik keuntungannya pada jangka
panjang. Jika perusahaan melakukan program-program pemberdayaan yang positif
dan bermanfaat bagi masyarakat, maka masyarakat akan melihatrnya sebagai
kebaikan, sehingga perusahaan akan dipercaya oleh mitra usahanya. Ketika
perusahaan memberikan bantuan dan kesempatan bagi masyarakat sekitar untuk
menjadi lebih maju, lebih berdaya, dan lebih sejahtera, maka kredibilitas
perusahaan akan meningkat dan sebagai konsekuensinya keuntungan bisnis juga
akan meningkat.
Meskipun CSR adalah tugas perusahaan, namun bukan berarti
pihak negara bisa lepas tangan begitu saja. Pemerintah perlu terus melakukan
pemantauan dan pembinaan serta melakukan penegakan hukum bagi perusahaan yang
tidak mematuhi UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, di mana Pemerintah perlu menjaga good
will untuk mendekatkan hubungan perusahaan dengan masyarakat di tempat
mereka beroperasi. Pemerintah agar memerhatikan masalah CSR, memastikan CSR
dilakukan dengan benar oleh perusahaan, dan menindak perusahaan yang tidak
mematuhi ketentuan CSR.
Karena partisipasi masyarakat merupakan keharusan bagi
kesuksesan penyelenggaraan CSR, maka Pemerintah perlu ikut mendorong
terselenggaranya CSR yang tepat sasaran, dalam hal ini pemerintah perlu
memiliki data kemasyarakatan yang akurat dan aktual, sehingga berbagai bantuan
dapat diterima oleh masyarakat yang berhak.
Dengan penyelenggaraan CSR secara benar dan tepat sasaran,
diharapkan perusahaan bukan saja mendapatkan citra yang baik di mata
masyarakat, namun juga memiliki andil yang berarti bagi perwujudan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, perusahaan telah menyumbangkan
sebagian keuntungannya bagi pemberdayaan masyarakat, yang pada akhirnya akan
mengantar masyarakat pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Dengan
demikian, perusahaan ikut berjasa dalam pembangunan nasional khususnya
pemberdayaan masyarakat sebagai pembangunan yang berkelanjutan.
F. PROGRAM CSR BIDANG
LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PROPER
Bagi
perusahaan, PROPER merupakan alat untuk mengukur dan menilai tanggung jawab
perusahaan terhadap lingkungan. PROPER yang diperoleh dijadikan alat tolok ukur
kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan dimata stakeholders, termasuk masyarakat. Dengan peningkatan program CSR
setelah memperoleh PROPER, dapat dikatakan PROPER berperan sebagai alat yang
mendorong perusahaan untuk tetap atau lebih bertanggung jawab atas lingkungan
dengan menambah intensitas pelaksanaan program CSR.
Perusahaan
juga menyadari bahwa untuk mempertahankan nilai PROPER berkaitan erat dengan
pandangan masyarakat sekitar perusahaan. Oleh karena itu, dengan menjaga kebersihan
lingkungan melalui implementasi CSR dan pengolahan limbah, perusahaan dapat
menciptakan kondisi yang diharapkan oleh kedua pihak (Moral Argument). Komitmen
dapat diartikan sebagai bentuk ketanggapan pimpinan atas setiap permasalahan
sosial atau lingkungan (KLH, 2011). Melalui observasi program CSR untuk program
penghijauan masyarakat sekitar merespon secara positif kegiatan CSR. Ini
menunjukkan bahwa keberhasilan program CSR membutuhkan dukungan dukungan pihak
eksternal perusahaan.
Berdasar buku Petunjuk
Pelaksanaan CSR Bidang lingkungan (KLH, 2011), program CSR PT. Surya Kertas misalnya
sudah menjalankan konsep reuse, reduce, dan recycle (3R) untuk program
komposter. Selain itu, program komposter, bantuan tong sampah, bersih-bersih
dan tanam pohon di Kali Tengah, dan pemberian tanaman untuk mendukung sekolah
Adiwiyata, merupakan bentuk program pendidikan lingkungan hidup karena bersifat
menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian
lingkungan. Program penghijauan Sumput dan Kali Tengah, merupakan bentuk
alternatif CSR konservasi sumber daya alam.
PROPER
merupakan salah satu aspek penting bagi perusahaan, mengingat bahwa PROPER
dianggap sebagai sebuah rapor untuk suatu badan usaha. Ketika nilai rapor
buruk, maka akan ada punishment
bagi badan usaha dan
sebaliknya. PT. Surya Kertas menyadari hal ini dan menganggap PROPER
berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha.
Oleh karena itu, PT. Surya Kertas misalnya
selalu berusaha menjaga yang sudah dicapai saat ini, yaitu
mempertahankan PROPER Biru. Karena ketika peringkat PROPER mencapai merah atau
hitam, maka akan ada publikasi mengenai kelalaian perusahaan, dan ini
berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan. Tidak dipungkiri, ini akan
berpengaruh terhadap kondisi penjualan produk perusahaan dan berdampak pada
keberlangsungan usaha. Dari reputasi akan mengalir kesegala aspek hingga
mempengaruhi keberlanjutan perusahaan.
Dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2011 dijelaskan sanksi akan
mengikuti perusahaan yang meraih PROPER merah dan hitam. Perusahaan yang
memperoleh warna merah akan dikenai sanksi administrasi atas kelalaiannya dan
harus segera memperbaiki pengelolaan lingkungannya. Sedangkan perusahaan dengan
PROPER hitam akan diserahkan kepada proses penegakan hukum lingkungan dan ada
kemungkinan untuk diberhentikan kegiatan usahanya (pencabutan izin usaha) jika
tidak segera melakukan perbaikan terhadap kinerja lingkungannya. Demikian
sebaliknya ketika perusahaan memperoleh PROPER biru, hijau, atau emas.
Perusahaan dengan PROPER baik, akan memiliki nama baik dimata stakeholders dan memiliki kemudahan memperoleh
pinjaman di bank sesuai dengan kualitas kredit perusahaan dalam Kriteria
Komponen Lingkungan dalam Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP (Tabel 1).
Program
CSR Bidang Lingkungan Sebagai Sarana Penunjang Perolehan PROPER Biru PT. Surya
Kertas
Aspek
penilaian PROPER umumnya berhubungan dengan pengolahan limbah
perusahaan.
Apakah pengolahan limbah sudah sesuai dengan kriteria dan ketetapan yang ada?
Apakah limbah yang dibuang sudah sesuai dengan standar yang berlaku? Dampak
seperti apa yang timbul dari limbah perusahaan? Dan yang penting ialah
bagaimana penilaian masyarakat atas kinerja perusahaan. Karena dalam UU No. 23 Tahun 1997 Pasal 5
ayat 3, penilaian PROPER turut melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau
dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Masyarakat
juga dimungkinkan untuk ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta
pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup.
Selain
mengatasi dari dalam perusahaan (terkait dengan pengolahan limbah sehingga
layak untuk dibuang ke alam), perusahaan juga mengatasi permasalahan lingkungan
dari luar (mencegah atau meminimalisir dampak negatif atas keberadaan
perusahaan) melalui program CSR yang sudah disesuaikan dengan kondisi
perusahaan dan kebutuhan masyarakat. Misalkan saja dampak suara, dalam
penilaian PROPER dilakukan uji kebisingan. Dalam hal ini, selain membenahi dari
dalam (mesin perusahaan), perusahaan membuat program CSR berupa penanaman pohon
disekitar lokasi untuk mengurangi kebisingan akibat suara mesin perusahan.
Program
CSR khususnya bidang lingkungan berperan sebagai sarana yang menunjang
perusahaan dalam perolehan PROPER melalui kegiatannya yang mendukung perusahaan
untuk dinilai bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Dilihat
dari peranan program CSR yang berfungsi untuk melengkapai kinerja pengolahan
limbah perusahaan, program CSR berfungsi dari luar untuk mencegah dan
meminimalisir dampak yang ditimbulkan perusahaan atas setiap aktifitasnya.
Dikatakan menunjang karena jika melihat penilaian PROPER, komponen CSR baru
benar-benar diperhitungkan untuk kategori hijau dan emas.
KASUS
Masyarakat Talao Tuntut PT Kencana Sawit
Indonesia |
Solsel -
Tokoh masyarakat Kenagarian Talao Kecamatan Sangir Balai Janggo menuntut
kepedulian perusahaan PT Kencana Sawit Indonesia (PT KSI) terhadap
kesejahteraan masyarakat di lingkungan perusahaan.
Salah
seorang tokoh masyarakat Muhtar Tuangku Gagah Minggu (24/3) mengatakan,
hubungan masyarakat dengan PT Kencana Sawit Indonesia (PT KSI) sudah mulai
renggang khususnya masyarakat Nagari Talao. Kerenggangan hubungan itu karena
kurangnya perhatian perusahaan terhadap masyarakat.“Masyarakat Talao yang hidup
berdampingan dengan PT KSI sudah berlansung selama 8 tahun yang lalu. Pada
2009, perusahaan ini resmi mendapatkan Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO). Ini tidak terlepas dari andil dan hubungan baik masyarakat lokal dengan
perusahaan,” katanya.
Menyikapi
hal itu, beberapa utusan masyarakat mengadakan pertemuan dengan pimpinan
perusahaan pada Rabu 21 Maret 2013. Utusan Masyarakat Talao diikuti oleh Muhtar
Tuangku Gagah, Naklis Dt Rajo Mangkuto, Perwakilan Pemerintahan Nagari Erikson,
Ketua Pemuda Sudirman A, Mito alim ulama, Syafriman, Mahayudin Idris, Abdul
Musis, Aliman, dan Edi P. Utusan masyarakat ini diterima oleh Pimpinan Andi,
Memed, Daniel, dan Ucok di aula pertemuan PT KSI.
Muchtar
Tuangku Gagah menceritakan, pertemuan itu dalam rangka bersilaturrahim dan
membicarakan komitmen perusahaan untuk membantu masyarakat, dan meningkatkan
kepedulian melalui danaCorporate Social Responbility (CSR) ke Nagari Talao.“Ada
lima butir pertanyaan kami ke perusahaan, yaitu tentang CSR PT KSI terhadap
Nagari Talao Sungai Kunyit, Penerimaan Tenaga Kerja masyarakat lokal, Forum
Komunikasi Masyarakat dengan perusahaaan yang sudah dibentuk sebelum 2009,
jumlah masyarakat lokal yang bekerja di PT KSI, dan bantuan PT KSI setelah
mendapatkan RSPO 2010,” ungkapnya.
Ia
menyebutkan, ninik mamak Talao telah menjalin kerja sama dengan PT TSS bahwa
sebelum PT TSS diambil alih oleh PT KSI, antara masyarakat dengan PT TSS sudah
ada perjanjian. Kemudian, setelah PT KSI mengambil alih perusahaan yang lama,
maka PT KSI hendaknya melanjutkan perjanjian itu.“Kami sudah serahkan Tanah
Ulayat Nagari Talao seluas 6.000 Ha, yang mana kami menyerahkan kepada PT TSS
tetapi sekarang telah menjadi PT KSI (Wilmar Group). Perjanjian yang kami buat
dengan PT TSS dahulu harus dilanjutkan oleh PT KSI, terutama masalah penerima
tenaga kerja dan CSR,” terangnya.
Jika
melihat realisasi CSR PT KSI setelah perusahaan ini memiliki RSPO, maka
masyarakat merasa kecewa. Kekecewaan itu disampaikan oleh Mahayudin Idris yang
mengatakan bahwa semenjak PT KSI mendapatkan RSPO tidak lagi melaksanakan
kewajibannya sebagai perusahaan yang hidup berdampingan dengan masyarakat
lokal.
Mahyuddin
Idris mengakui, sebelum mendapatkan RSPO, pihak manajemen PT KSI pernah
membantu pembangunan infrastruktur masyarakat Talao. Seperti penyerahaan tiang
listrik PLTM Talao, pembangunan jalan, dan bantuan sosial lainnya. Namun,
bantuan itu berjalan selama 1 tahun.“Pihak Managemen PT KSI lupa dengan
janjinya untuk membantu pembangunan infrastrukur masyarakat. Terbukti dari
2010, 2011, dan 2012 tidak ada bantuan pembangunan infrastruktur yang berarti
di nagari kami,” katanya.
Hasil
pertemuan itu, pihak manajemen PT KSI yang diwakili oleh Andi, menyepakati akan
membantu pembangunan infrastruktur masyarakat sesuai dengan proposal yang
diajukan, memprioritaskan bantuan yang belum terealisasi, dan memperioritas
masyarakat lokal sebagai pekerja di PT KSI, baik sebagai karyawan maupun
pekerja lainnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.“Kami berharap PT KSI
dapat merealisasikan kewajibannya sehingga dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat lokal di Kenagarian Talao. Apabila suatu masyarakat sudah makmur dan
sejahtera maka keamanan dan kenyaman investasi dapat tercipta, keharmonisan
antara masyarakat lokal dengan perusahaan dapat tercipta dengan baik,” pungkas
Muchtar Tuangku Gagah. (s/id)
SeputarSumbar
|
http://seputarsumbar.com/masyarakat-talao-tuntut-pt-kencana-sawit-indonesia/
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. Lindrawati; Nita Felicia, dan
T.J. Budianto, Th. 2008. “Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan yang Terdaftar sebagai 100 Best Corporate Citizens
oleh KLD Research & Analytics.” Majalah Ekonomi, Vol. 18, No. 1, Hlm. 66-83.
Anto, M.B. Hendrie & Dwi Retno Astuti.
2008. “Persepsi Stakeholder terhadap Pelaksanaan Corporate Social
Responsibility: Kasus pada Bank Syariah di DIY.” Sinergi:
Kajian Bisnis dan Manajemen. Vol. 10, No. 1, Hlm. 19-30.
Anonim, Masyarakat Talao Tuntut PT
Kencana Sawit Indonesia|
http://seputarsumbar.com/masyarakat-talao-tuntut-pt-kencana-sawit-indonesia/
|
Anatan, Lina. 2010. Corporate
Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teoritis dan Praktik Di Indonesia.
Diperoleh dari http://majour.maranatha.
edu/index.php/jurnal-manajemen/article/view/220/pdf (Diakses pada 12 Desember
2012)
Ariefiansyah, Miyosi. 2011.
Corporate Social Responsibility dan Citra Perusahaan. http://manajemenusaha.com/?p=264
(Diakses pada 18 Maret 2013)
bbtppi. 2012. PROPER.
http://www.bbtppi.org/isiberita_id.php?idb=67 (Diakses pada 13 Juni 2013)
Charolinda. 2006. “Pengembangan Konsep
Community Development dalam Kerangka Pelaksanaan Corporate Social Responsibility.”
Jurnal
Hukum Pembangunan. Vol.
36, No. 1, Hlm. 86-106.
dephut. 2013. Konservasi Sumber
Daya Alam. http://www.dephut.go.id/informa si/propinsi/ntb/ksda_ntb.html
(Diakses pada 28 juni 2013)
EECCHI. 2013. Konservasi dan
Efisiensi Energi. http://konservasienergi indonesia.info/energy (Diakses pada
27 Juni 2013)
Faqih, Mansyur. 2011.
Mengartikan CSR. http://www.ibl.or.id/index.php
?id=article&sid=details&articleID=700&lang=en (Diakses pada 18
Maret 2013)
Gatra. 2012. PROPER 2012:
Perusahaan “Hitam” dan “Merah” Lingkungan Makin Meningkat.
http://www.gatra.com/nusantara/nasional/21479-
proper-2012-perusahaan-hitam-dan-merah-perusak-lingkungan-makin- meningkat.html
(Diakses pada 18 Mei 2013)
Hartinini
Retnaningsih, 2015, Permasalahan Cororate Social Responsibility, ( CSR ) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Jurnal Aspirasi Vol. 6 No. 2, Desember 2015, https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/512/408
Hasan, Rizal. 2013. Awas,
Kementrian LH Awasi Perusahaan Penerima PROPER.
http://www.lensaindonesia.com/2013/04/18/awas-kement
erian-lh-awasi-perusahaan-penerima-proper.html (Diakses pada 17 Mei 2013)
Intan Kirana,
2013. Peranan Corporasi Socal Responsibility ( CSR ) Bidang Lingkungan Dalam
Menunjang Perolehan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan ( Proper ) PT Surya Kertas. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013) https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/512/408
ISO. 2010. ISO 26000: 2010
Guidance on Social Responsibility. http://www.
siccsr.org/WebSite/crs/Upload/File/201202/20120224135241687500.pdf (Diakses
pada 27 Agustus 2013)
Jalal. 2011. Dari Pengumpulan
“Dana CSR” menuju Kemitraan bagi Pembangunan Berkelanjutan.
http://www.csrindonesia.com/data/a rticles/20110319142614-a.pdf (Diakses pada
18 Maret 2013)
Jalal. 2011. Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (CSR) menuju Kemitraan dalam Pembangunan Berkelanjutan.
http://www.csrindonesia.com/data /articles/20110307132726-a.pdf (Diakses pada
18 Maret 2013)
Calyptra: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)
Jalal. 2012. CSR: Keterpaksaan,
Kewajiban, Kepantasan, Keniscayaan.
http://www.csrindonesia.com/data/articles/20120529112446-a.pdf (Diakses pada 18
Maret 2013)
Katono. 2013. PROPER Cara Ampuh
Buat Perusahaan Patuh Terhadap Pengelolaan Lingkungan.
http://suaraborneo.com/?p=7336 (Diakses pada 18 Mei 2013)
Nasir, Mohammad & Darwin Warisi. 2008. “Penerapan Good Corporate Governance dalam Mewujudkan Corporate Social Responsibility.” Jurnal Akuntansi Keuangan dan Perpajakan. Vol. 2, No. 1, Hlm. 153-161.
Kominfo. 2012. Industri di Kali
Surabaya Banyak yang dapat PROPER Warna Biru.
http://kominfo.jatimprov.go.id/watch/33602 (Diakses pada 18 Mei 2013)
Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 05 Tahun 2011 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perseroan Terbatas
Proper.menlh.go.id. 2013.
PROPER. http://proper.menlh.go.id/proper%20baru/ html/menu%201/intro.htm
(Diakses pada 17 Mei 2013)
Rahman, Reza. 2009. Corporate
Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta: Media Pressindo
Restuningdiah, Nurika. 2010.
Kinerja Lingkungan Terhadap Return On Asset Melalui Corporate Social
Responsibility Disclosure. http://jurkubank. files.wordpress.com/2012/01/02nurikarestuningdiah_encrypted.pdf
(Diakses pada 27 Agustus 2013)
Suharto, Edi. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri:
Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Bandung: Refika
CREDIT FILE : NIJAR KURNIA ROMDONI, S.E.
KLIK LINK INI UNTUK MENDOWNLOAD FILE.
PASSWORD: csr.farihinmuhamad
Post a Comment