Teori Penggerak Perubahan Pendidikan - Bagian 1

Perubahan Pendidikan. Dalam dunia pendidikan, perubahan seringkali dipandang bersumber pada perubahan kebijakan dari pihak yang berwenang. Meski mungkin ada perubahan yang demikian, tapi pola perubahan kebijakan tidak bisa menjelaskan sejumlah perubahan yang terjadi. Semisal, bagaimana perubahan sekolah dari sekolah yang dipandang sebelah mata menjadi sekolah terpandang? Atau sebaliknya, perubahan dari sekolah yang dipandang menjadi sekolah yang ditinggalkan? Mengapa ada sekolah yang berdiri belakangan tapi justru lebih banyak diminati? Beberapa contoh tersebut adalah jenis perubahan yang tidak terjelaskan oleh pola perubahan kebijakan.

Kita bisa menyebut jenis perubahan pendidikan tersebut sebagai perubahan lapangan, perubahan yang berawal dari perubahan praktik di lapangan. Perubahan kebijakan yang berasal dari atas vs perubahan lapangan yang berasal dari bawah.

Teori Adopsi Inovasi. Dari sudut pandang kepemimpinan sekolah, perubahan kebijakan hanya memberi peran dan kesempatan yang relatif sempit. Pemimpin sekolah tinggal melaksanakan atau paling jauh melakukan improvisasi. Sementara perubahan lapangan justru menjadikan pemimpin sekolah sebagai aktor utama. Dengan kewenangannya, pemimpin sekolah bisa menginisiasi, mencoba, mengembangkan dan mewujudkan perubahan yang khas sekolah. Ada banyak ruang dan kesempatan bagi kreativitas pemimpin sekolah. Jadi mari kita fokus membedah pola perubahan lapangan yang dirumuskan menjadi Teori Penggerak Perubahan Pendidikan.

Penjelasan perubahan lapangan diadopsi dari teori difusi inovasi (Everett Rogers, 2003) dipadukan dengan teori Crossing the Chasm (Geoffrey A. Moore, 2014). Kedua teori tersebut menjelaskan adopsi inovasi teknologi oleh masyarakat yang diawali oleh sedikit kalangan visioner kemudian menyebar pada kalangan pragmatis dan konvensional. Perubahan terjadi ketika ide yang disemai mencapai titik balik (tipping point), ketika sejumlah kalangan pragmatis telah mengadopsi ide perubahan.

Kedua teori perubahan menginspirasi lahirnya Teori Penggerak Perubahan Pendidikan yang telah diterapkan dalam pengembangan komunitas guru di lebih dari 150 daerah yang kini telah menjadi organisasi profesi mandiri. Penerapan Teori Penggerak Perubahan Pendidikan terus diperluas dalam sejumlah program di berbagai daerah yang melibatkan jenjang PAUD, pendidikan dasar hingga pendidikan menengah.

Alur Perubahan. Teori Penggerak Perubahan Pendidikan menjelaskan alur perubahan melalui sejumlah tahapan berikut ini:

  1. Inseminasi. Penggerak perubahan menerapkan dan memperagakan praktik baik yang tidak lazim dan mudah ditiru di ruang publik.
  2. Penularan. Ide perubahan mulai menyebar ketika penggerak perubahan menemukan, mengajak dan mengembangkan pengikut pertama dari kalangan pragmatis dengan relasi sejajar untuk mampu melakukan praktik baik.
  3. Penyebaran. Momen perubahan terjadi ketika pengikut pertama mengajak orang lain sesama kalangan pragmatis untuk melakukan praktik baik yang meluas hingga terbentuk titik balik perubahan tipping point.

“Penting bagi pemimpin sekolah untuk menyadari tiga tahapan tersebut, karena pada setiap tahap ada prasyarat yang harus dipenuhi untuk memastikan perubahan terwujud.”


Kelompok Perubahan. Pada hampir semua masyarakat, ide perubahan selalu direspon secara berbeda oleh sejumlah kelompok dalam masyarakat. Berdasarkan respon terhadap ide perubahan, setidaknya ada 5 kelompok.

Inovator.  Orang yang mencoba dan melahirkan ide dan praktik baru. Mereka gemar mencoba dan tidak takut gagal. Mereka dikenal sebagai ahli, mempunyai cara berpikir dan kelompok pergaulan tersendiri. Mereka susah dipahami oleh sebagian kalangan masyarakat. Dari jumlah populasi, Inovator maksimal hanya 2,5% dan tidak menyebar merata di masyarakat. Semisal di sekolah ada 10 guru, maka sangat kecil kemungkinan adanya inovator. Inovator biasanya berasal dari sekolah atau daerah lain.

Pengadopsi Awal. Orang yang mencoba ide dan praktik baru setelah bisa membayangkan manfaatnya di masa depan. Mereka termasuk cepat memahami manfaat dari ide dan praktik baru. Mereka dikenal sebagai visioner dan mau belajar secara mandiri. Pengadopsi Awal biasanya menjadi penggerak perubahan atau setidaknya pengikut pertama karena bisa menghubungkan ide dan praktik baru dengan kebutuhan masyarakat baik secara bahasa maupun secara pergaulan. Dari jumlah populasi, Pengadopsi Awal berjumlah 13,5% dan secara umum masih menyebar di sejumlah kelompok masyarakat. Semisal di sekolah ada 10 guru, maka masih ada kemungkinan 1 - 2 guru yang berpotensi menjadi Pengadopsi Awal.

Mayoritas Awal. Orang yang mencoba ide dan praktik baru setelah melihat bukti keberhasilannya. Mereka berpikir praktis dan butuh teman yang mengajari mereka. Mereka mencari solusi yang terbukti bisa menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Mereka berpotensi menjadi pengikut pertama yang bisa mempengaruhi dan mengajak masyarakat secara luas. Dari jumlah populasi, Mayoritas Awal berjumlah 34% dan menyebar di berbagai kalangan. Semisal di sekolah ada 10 guru, maka kemungkinan ada 3 - 4 guru yang termasuk Mayoritas Awal.

Mayoritas Akhir. Orang yang mencoba ide dan praktik baru setelah banyak orang menggunakannya. Mereka tidak percaya diri dengan kemampuannya dalam menggunakan ide dan praktik baru. Kemauannya mencoba setelah ide dan praktik baru menjadi tren atau norma yang umum. Dari jumlah populasi, Mayoritas Akhir berjumlah kurang lebih 34%. Semisal di sekolah ada 10 guru, maka 3 - 4 guru berpotensi masuk kategori Mayoritas Akhir.

Penghambat. Orang yang tidak mencoba dan justru menghambat penggunaan dan penyebaran ide dan praktik baru. Meski hampir semua orang telah berubah, mereka tetap nyaman dengan ide dan praktik lama. Dalam proses perubahan, Penghambat seringkali melakukan hal-hal yang bisa menghalangi terwujudnya perubahan. Dari jumlah populasi, Penghambat berjumlah 16%. Semisal di sekolah ada 10 guru, maka kemungkinan ada 1 - 2 guru yang masuk kategori Penghambat.

Dari paparan tersebut, sebenarnya sudah terlihat mana yang seharusnya menjadi prioritas buat pemimpin sekolah yaitu Inovator, Pengadopsi Awal dan Mayoritas Awal, namun dalam kenyataan banyak pemimpin yang justru menghabiskan energi untuk melayani kalangan Mayoritas Akhir dan Penghambat. Mengapa? Karena kebanyakan pemimpin tidak memahami pola respon masyarakat terhadap perubahan, akibatnya tidak punya acuan dalam menyikapinya. Tanpa acuan, maka wajar bila kebanyakan pemimpin akan menanggapi respon yang dirasa paling mengusik, respon dari Mayoritas Akhir dan Penghambat. Pemahaman terhadap pola respon masyarakat terhadap perubahan akan membantu pemimpin memandu tahapan perubahan agar berjalan secara efektif. Sejarah membuktikan tidak ada perubahan yang langsung diterima masyarakat. Semua perubahan melalui sejumlah tahapan sebelum diterima secara luas.

Dikutip dari modul Pelatihan Pemimpin Merdeka Belajar (Ebook 2 - Teori Penggerak Perubahan Pendidikan).
Lanjut ke materi Teori Penggerak Perubahan Pendidikan - Bagian 2

Post a Comment

Previous Post Next Post