Materi pada perkuliahan ke tujuh ini ini diarahkan Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan konsep, fungsi, nilai-nilai Individu dalam Organisasi, Organisasi Rasional, Employee’s Obligations to The Firm, The Firm’s Duties the Employees, Organisasi Politik, Affrmative Actions, konsep, fungsi, nilai-nilai Individu dalam Organisasi, Organisasi Rasional, Employee’s Obligations to the firm, The Firm’s Duties the Employees, Organisasi Politik, Affrmative Actions. Macam-macam Hak Pekerja; Perusahaan tidak boleh mempraktikkan diskriminasiUtilitarisme (peraturan); Tanggung jawab pengusaha pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3);Pembelaan Diri Dari Pihak Perusahaan, kasus-kasus dan diskusi.
DESKRIPSI SINGKAT MATERI :
A. Individu dalam Organisasi:
1. Organisasi Rasional;
2. Employee’s Obligations to
the Firm;
3. The Firm’s Duties the
Employees;
4. Organisasi Politik;
5. Affrmative Actions;
B. Kewajiban
Perusahaan Terhadap Karyawan :
1. Macam-macam
Hak Pekerja;
2. Perusahaan
tidak boleh mempraktikkan diskriminasi;
3. Utilitarisme
(peraturan);
4. Tanggung
jawab pengusaha pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3);
5. Pembelaan
Diri Dari Pihak Perusahaan:
6. Kasus-Kasus
Diskusi
TUJUAN PEMBELAJARAN :
Secara umum, materi ini akan memberikan bekal kemampuan bagi mahasiswa agar mampu menjelaskan dan mengaplikasikan konsep, fungsi, nilai-nilai Individu dalam Organisasi, Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan dan diskriminasi kerja.
Secara
khusus, materi ini akan membekali mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan konsep, fungsi, nilai-nilai Individu dalam
Organisasi, Organisasi Rasional, Employee’s Obligations to the firm, The Firm’s
Duties the Employees, Organisasi Politik, Affrmative Actions, Macam-macam Hak
Pekerja; Perusahaan tidak boleh mempraktikkan diskriminasiUtilitarisme
(peraturan); Tanggung jawab pengusaha pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3);Pembelaan Diri Dari Pihak PerusahaanKasus-kasus dan diskusi.
Penyajian :
INDIVIDU DALAM ORGANISASI dan
KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP KARYAWAN
A. Individu Dalam Organisasi
1. Organisasi Rasional
Bertujuan mencapai tujuan teknis
atau ekonomis dengan efisiensi maksimal. E.H Schein memberikan satu definisi
ringkas tentang organisasi dari perspektif tersebut:
Organisasi
adalah koordinasi rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah individu untuk
mencapai tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga kerja
dan fungsi dan melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab.
Model organisasi rasional
mengasumsikan bahwa sebagian besar informasi dikumpulkan dari tingkat operator,
naik melewati ssejumlah tingkat manajemen formal, yang masing-masing
mengumpulkan informasi serupa, sampai akhirnya mencapai manajemen tertinggi.
Tanggung jawab etis dasar yang
muncul dari aspek-sapek ”rasional” organisasi difokuskan pada dua kewajiban
moral :
- kewajiban pegawai untuk mematuhi atasan dalam organisasi, mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang mengancam tujuan tersebut.
- kewajiban atasan untuk memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.
2. Employee’s Obligations to
the Firm ( Kewajiban Pegawai Terhadap Perusahaan)
Kewajiban moral utama pegawai
adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari
kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Pandangan-pandangan tradisional
tentang kewajiban pegawai pada perusahaan membentuk apa yang disebut ”hukum
agensi” atau dengan kata lain, peraturan yang menetapkan kewajiban-kewajiban
dari ”agen” (pegawai) kepada ”pimpinan” mererka.
Ada sejumlah situasi dimana pegawai
gagal melaksanakan kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan: Pegawai
melakukan tindakan yang mengakibatkan terjadinya ”konflik kepentingan”, mencuri
dari perusahaan atau menggunakan jabatannya sebagai sarana untuk memperoleh
keuntungan dari orang lain melakukan pemerasan atau suap.Masalah-masalah etis
yang muncul dari tindakan tersebut
Dengan demikian pegawai dalam melakukan kewajibannya yaitu melaksanakan berbagai aktivitasya untuk menghadapi pencapaian tujuan perusahaan, pegawai menemui berbagai dilema etika antara lain sebagai berikut :
a. Konflik Kepentingan ( Conflict of Interst )
Konflik kepentingan muncul saat
kepentingan pribadi pegawai mendorongnya melakukan tindakan yang mungkin bukan
melakukan tindakan yang terbaik bagi perusahaan. Konflik kepentingan juga bisa
muncul apabila seorang pekerja yang
sedang melaksanakan tugas atas nama
perusahaan dan mempunyai kepentingan
pribadi atas hasil pekerjannya tersebut, yang mungkin bertolak belakang dengan
tujuan utama perusahaan dan dapat
menghilangkan objektivitasnya dalam membuat keputusan. Atau juga pejabat atau pegawai suatu perusahaan juga
bekerja atau menjadi konsultan perusahaan luar yang menjadi rekan atau pesaing
perusahaan pertama.
Konflik kepentingan bisa bersifat aktual ( Actual conflict of interest ) atau potensial. Konflik kepentingan ( Potensial
conflict of interest )
1. Actual
conflict of interest terjadi saat seseorang
melaksanakan kewajibannya dalam suatu cara yang mengganggu perusahaan dan
melakukannya demi kepentingan pribadi.
2. Potensial
conflict of interest terjadi
saat seseorang, karena didorong oleh kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu
cara yang merugikan perusahaan.
Untuk menghindari masalah, banyak
perusahaan melakukan :
a)
menentukan jumlah saham perusahaan pemasok yang boleh dibeli pegawai
b) menentukan hubungan dengan pesaing, pemasok, atau
pembeli yang dilarang perusahaan,
c) mewajibkan pejabat penting untuk mengungkapkan semua
investasi finansial luar mereka.
b. Suap
( Commercial Bribes
)
Suap atau pemerasan komersial adalah sesuatu
yang diberikan atau ditawarkan
pada seseoprang pegawai oleh orang dari luar perusahaan dengan tujuan agar saat
pegawai itu melakukan transaksi bisnis perusahaan, memberikan perlakukan khusus kepada pemberi, pegawai
tersebut akan melakukan sesuatu yang menguntungkan
orang tersebut atau perusahaan tersebut. Biasanya berupa uang, barang-barang,
tambahan gaji, dll. Pemberian adalah menerima pemberian bisa menjadi tindakan
yang etis ataupun tidak etis.Hadiah
c. Hadiah ( Gift )
Menerima hadiah ( gift ) dapat
dikatakan tidak etis apabila pemberian
tersebut menpengaruhi penilaian
seseorang. menurut Vincent Barey, ada
beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam menilai
segi moral hadiah adalah sebagai berikut
:
a. Berapa nilai
hadiah? apakah besar sehingga
mempengaruhi penilaian?
b. Apa tujuan
pemberian?
c. Kapan/situasi apa pemberian tersebut berlangsung.
d. Bagaiama kode etik perusahaan.
d.Trade Secret
Proprietary information or trade terdiri dari
informasi yang tidak untuk umum, yang hanya dimiliki perushaan. Apabila digunakan maka melanggar kode etik
perusahaan, misalnya :
1. Aktivitas perusahaan, teknologi, rencana yang akan
datang, kebijaksanaan, data yang apabila diketahui pesaing akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam bersaing
2. Segala sesuatu yang dimiliki perusahaan yang dikembangkan
perusahaan untuk kepentingan sendiri
3. Segala sesuatu yang dilindungi perusahaan melalui peraturan
kontrak kerja dimana perusahaan tidak ingin pihak lain mengetahui informasi tersebut. misalnya :
daftar supplier, proses produksi, hasil riset, formula, program komputer , data
, perencanaan pemasaran dan produksi.
e. Pencurian
Pegawai dan Komputer
Tindakan pegawai yang mencari
tambahan keuntungan pribadi atau menggunkan sumber daya perusahaan untuk
dirinya sendiri merupakan tindakan pencurian karena keduanya berarti mengambil
atau menggunakan properti milik orang lain (perusahaan) tanpa persetujuan
pemilik yang sah.
Pencurian yang dilakukan pegawai
sering merupakan pencurian kecil-kecilan, misalnya mencuri alat-alat kecil,
peralatan kantor, atau pakaian.
Contoh
lain: menggunakan komputer untuk membobol bank data suatu perusahaan, mengkopi
program-program komputer suatu perusahaan, menggunakan atau menyalin data-data
komputer perusahaan,dll merupakan tindakan pencurian yang tidak etis karena
semuanya melibatkan penggunaan atau pengambilan properti milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya yang sah. Disebut pencurian karena informasi yang
dikumpulkan dalam bank data komputer oleh suatu perusahaan dan program komputer
yang dikembangkan atau dibeli perusahaan merupakan properti dari perusahaan
yang bersangkutan
f. Insider
Trading
Insider trading sebagai tindakan
membeli dan menjual saham perusahaan berdasarkan informasi ”orang dalam”.
Informasi ”dari orang dalam” tentang suatu perusahaan merupakan informasi
rahasia ( convidential ) yang tidak dimiliki publik
di luar perusahaan, namun memiliki pengaruh material pada harga saham
perusahan. Insider trading
merupakan tindakan yang illegal,
karena :
a) Informamasi
yang diinginkan insider trader
adalah bukan miliknya.
b) Informasi tersebut milik share holder
c) Tidak adil bagi orang lain
d) Mungkin pihak lain dan masyarakat karena mempengaruhi
likuiditas perusahaan, mempengaruhi
kemampuan pasar untuk menyebar
resiko.
3. The Firm’s Duties the
Employees (Kewajiban Perusahaan terhadap Pegawai)
Ada dua masalah yang berkaita
dengan kewajiban ini: Kelayakan gaji dan Kondisi kerja pegawai.
Kelayakan
Gaji
Dari sudut pandang pegawai, gaji
merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan ekomoni pegawai dan keluarganya. dari
sudut pandang pengusaha atau perusahaan, gaji adalah biaya produksi yang harus
ditekan agar harga produk tidak terlalu tinggi dari kemampuan pasar. Kelayakan
gaji sebagian bergantung pada dukungan yamg diberikan masyarakat (jaminan
sosial, perawatan kesehatan, kompensasi pengangguran, pendidikan umum,
kesejahteraan,dll), kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan posisi
kompetitif perusahaan.
Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalan menentukan gaji:
1. Gaji dalam industri dan wilayah tempat
seseorang bekerja
2. Kemampuan perusahaan
3. Sifat pekerjaan
4. Peraturan upah minimum
5. Hubungan dengan gaji lain
6. Kelayakan negosiasi gaji
7. Biaya hidup lokal
Kondisi
Kerja : Kesehatan dan Keamanan
Bahaya di tempat kerja tidak hanya
kategori-kategori ancaman yang jelas seperti kecelakaan, tersengat listrik, dan
terbakat namun juga suhu yang sangat panas atau sangat dingin, suara yang keras
dari mesin, deebu batuan, radiasi,dll.
Risiko
memang bagian dari risiko pekerjaan yang tak terpisahkan.Misalnya pembalap dan
pemain sirkus menerima risiko dari pekerjaan mereka.Mereka memperoleh a)
kompensasi penuh dalam menghadapi risiko tersebut dan b) secara sukarela dan
sadar menerimanya dan memperoleh kompensasi sebagai imbalannya, maka kita dapat
mengasumsikannya bahwa pengusaha atau perusahaan telah bartindak secar etis.
Akan tetapi, masalahnya adalah
dalam pekerjaan yang berbahaya, syarat-syarat berikut tidak terpenuhi:
1. Gaji atau upah dikatakan gagal memberikan kompensasi yang
proposional terhadap risiko pekerjaan jika pasar tenaga kerja dalam suatu
industri tidak kompetitif atau bila pasar tidak mempertimbangkan risiko-risiko
tersebut karena memang belum diketahui
2. Pegawai mungkin menerima risiko tanpa
mengetahuinya karena mereka tidak memiliki akses ke informasi tentang
risiko-risiko tersebut.
3. Pegawai mungkin menerima risiko karena
putus asa, karena mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan dalam
industri-industri yang kurang berisiko atau karena mereka tidak memiliki
informasi tentang alternatif-alternatif yang tersedia.
4. Organisasi Politik
Dalam model politik, individu
dilihat berkumpul membentuk koalisi yang selanjutnya saling bersaing satu sama
lain memperebutkan sumber daya, keuntungan dan pengaruh. Dengan demikian tujuan
organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh koalisi yang paling kuat dan
paling dominan. Tujuan tudak ditetapkan oleh otoritas yang sah namun ditetapkan
melalui tawar-menawar antara berbagai koalisi.
Perilaku dalam organisasi mungkin
tidak ditujukan pada tujuan-tujuan rasional organisasi seperti efisiensi atau
produktivitas, dan kekuasaan dan informasi munkin melewati jalur otorias
komunkasi diluar jalur formal. Namun demikian, otoritas manajerial dan jaringan
komunikasi formal memberikan sumber kekuasaan yang berlimpah.
Jika kita memfokuskan pada
kekuasaan sebagai dasar realita organsiasional, maka permasalahan etis utama
yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah masalah yang
berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama
difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan pegawai, namun pada
hambatan-hambatan moral terhadap penggunaan kekuasaan di dalam organisasi.
Ø Taktik Politik dalam
Organisasi
Merupakan proses dimana individu
atau kelompok menggunakan taktik-taktik kekuasaan yang dibentuk secara
non-formal untuk mencapai tujuannya sendiri. Ada berbagai konflik dalam
pencapaian tujuan tersebut, sering kali terdapat gap antara tujuan pribadi
dengan tujuan perusahaan. Ada dua faktor yang cenderung menekan konflik semacam
itu, yang pertama adalah karier individu sering bergantung pada kesehatan
organisasi. Yang kedua adalah hubungan yang berlangsung lama dengan organisasi
cenderung menciptakan ikatan loyalitas pada organisasi.
Ø Etika Taktik Politik
Utilitas tujuan, prinsip
utilitarian mewajibkan manajer menetapkan tujuan-tujuan yang menghasilkan
keuntungan sosial terbesar dengan kerugian sosial yang terkecil. Ada dua taktik
politik yang bertentangan dengan norma ini, yang pertama taktik politik yang
melibatkan usaha mencari tujuan-tujuan pribadi dengan mengorbankan tujuan
organisasi dan yang kedua adalah taktik politik yang melibatkan pemborosan.
Konsistensi tindakan politik
dengan hak moral. Sejumlah taktik politik terlihat jelas merupakan penipuan.
Penggunaan taktik politik yang memiliki unsur penipuan dan manipulasi jelas
tidak etis. Hal tersebut merupakan pelanggaran moral terhadap individu yang
bersangkutan, khususnya jika penggunaannya merugikan orang tersebut dengan
memperalatnya untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan
kepentingan-kepentingannya.
Pengaruh pada perhatian. Sebagai
tambahan pada ketidakadilan yang ada, prevalensi taktik politik dalam suatu
organisasi dapat mengakibatkan pengaruh jangka panjang yang merugikan kualitas
hubungan pribadi yang terdapat didalamnya. Beberapa peneliti menemukan bahwa
penggunaan kekuasaan dalam organisasi cenderung menekan perlakuan terhadap individu-individu
menjadi lemah.
Ø Organisasi yang Penuh
Perhatian
Aspek kehidupan organisasional
tidak cukup baik digambarkan dalam model kontraktual yang merupakan dasar dari
organisasi rasional, ataupun dengan model kekuasaan yang mendasari organisasi
politik. Mungkin aspek teresbut paling tepat digambarkan sebagai organisasi
penuh perhatian (caring) dimana konsep-konsep moral utamanya sama dengan konsep
yang mendasari etika memberi perhatian. Jeanne M. Liedtka menggambarkan
organisasi semacam itu sebagai organisasi atau bagian organisasi dimana tindakan
memberi perhatian merupakan :
a) Difokuskan sepenuhnya pada individu
b) Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari
dirinya sendiri
c) Bersifat pribadi
d) Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi
perhatian
(Sumber
: http://bamzofimagination.blogspot.co.id/2013/05/organisasi-rasional.html)
5.
Affrmative
Actions.
Ø Sejarah Affirmative Action
Secara resmi Affarmative Action di
mulai pada tahun 1965 oleh Presiden Lyndon B. Johnson dengan ditandatanganinya
executive order (EO) 11246. Executive order (EO) yaitu perintah yang
dikeluarkan presiden dan memilik kekuatan dan pengaruh hukun yang disahkan
kongres untuk diterapkan pada lembaga-lembaga federal dan kontraktor-kontraktor
federal. Oleh karena itu menghasilkan kebijakan pemerintah AS memberikan
peluang yang setara bagi semua orang yang memenuhi syarat. Perintah tersebut
melarang adanya diskriminasi dalam kekaryawanan atas dasar ras, keyakinan,
warna kulit, atau asal kebangsaan. Tindakan Affarmative yang ditetapkan oelh EO 11246 mewajibkan para
pemberi pekerjaan mengambil langkah positif untuk memastikan adanya kesetaraan
kesempatan kerja bagi para pelamar dan kesetaraan perlakuan terhadap para
karyawan. Tindakan Affarmative yaitu langkah positif untuk memastikan
kesempatan kerja bagi pelamar dan kesetaraan perlakuan terhadap para karyawan.
Praktik sumber daya manusia yang terkait dengan kekaryawanan, peningkatan
kemampuan, demosi, transfer, perekrutan, pemutusan hubungan kerja, tingkat
bayaran, dan seleksei pelatihan. Pada tahun 1968, EO 11375 yang mengubah kata
keyakinan menjadi agama, dan menambahkan diskriminasi jender mengamandemen
EO11246. Kedua EO tersebut ditegakkan oleh Departemen Tenaga Kerja melaui office of federal contract compliance
programs (OFCCP).
Ø Prosedur Affirmative Action
Prosedur untuk mengembangkan
program tindakan afirmatif atau Affirmative Action diterbitkan dalam federal
register tanggal 4 Desember 1974.perturan-peraturan tersebut mengacu pada
revised order nomor 4 . OFCCP sangat spesifik mengenai apa yang harus
dimasukkan dalam program tindakan afirmatif atau Affirmative Action.pernyataan
kebijakan harus dikembangkan terhadap peluang kerja yang setara, menetapkan
tanggung jawab menyeluruh untuk mempersiapkan dan mengimplementasikan program
tindakan afirmatif, dan memberikan prosedur pelaporan dan pengawasan. Kebijakan
tersebut harus menyatakan bahwa perusahaan berniat merekrut, mempekerjakan,
melatih, dan mempromosikan orang-orang dalam seluruh jabatan tanpa
mempertimbangkan ras, warna kulit, agama, jender, atau asal bangsa.
Focus utama dari program tindakan
afirmatif atau Affirmative Action adalah
pada tujuan dan jadwal. Dengan pertanyaan utamanya berapa banyak dan kapan.
Tujuan dan jadwal yang dikembangkan oleh perusahaan harus mencakup seluruh
program tindakan afirmatif atau Affirmative Action, termasuk perbaikan atas
kekurangan-kekurangan. Tujuan dan jadwal tersebut harus dapat dicapai dengan
kata lain, tujuan dan jadwal harus didasarkan pada hasil kemampuan terbaik yang
bisa diharapkan dari perusahaan dalam mencapai tujuan. Tujuan harus signifikan
dan terukur serta dapat dicapai. Ada dua jenis tujuan yang harus ditetapkan
berkenaan dengan underutilization didefinisikan sebagai lebih sedikitnya
minoritas atau wanita dalam kelompok pekerjaan tertentu dibandingkan yang
secara rasional diduga atas dasar ketersediaan mereka dalam pasar tenaga kerja,
yaitu tujuan tahunan dan tujuan akhir. Tujuan tahunan diarahkan untuk
mengurangi underutilization sedangkan tujuan akhir untuk memperbaiki
underutilization secara menyeluruh. Tujuan harus spesifik terhadap hasil yang
direncanakan dan terjadwal dalam penyelesaiannya.
Ø Pengertian Affirmative
Action
Affarmative Action atau dalam
bahasa Indonesia sering disebut program tindakan afirmatif adalah pendekatan
yang dikembangkan organisasi dengan kontrak pemerintah untuk membuktikan bahwa
para karyawan dipekerjakan dalam proporsi yang sesuai dengan keterwakilan
mereka dalam pasar tenaga kerja yang relevan bagi perusahaan. Progaran tindakan
afirmatif bisa diimplementasikan secara sukarela oleh perusahaan. Dalam situasi
seperti ini, ditetapkan tujuan dan dijalankan tindakan untuk menarik dan
memindahkan kaum minoritas dan wanita ke tingkat yang lebih tinggi dalam
organisasi. Affarmative Action diarahkan oleh OFCCP.
Affarmative Action merupakan
manifestasi nilai keadilan sosial yang selama ini kurang mendapat perhatian
yang layak dalam berbagai kebijakan MSDM. Tindakan affirmatif mengacu pada
kebijakan yang mengambil faktor termasuk ras, warna kulit, agama, jenis kelamin
atau asal-usul kebangsaan menjadi pertimbangan dalam rangka memperoleh manfaat
kelompok terwakili dengan mengorbankan kelompok mayoritas, biasanya sebagai
cara untuk mengatasi pengaruh dari sejarah diskriminasi. Fokus kebijakan
tersebut berkisar dari pekerjaan dan pendidikan dengan kontrak masyarakat dan
program kesehatan. Aksi affirmative adalah tindakan yang diambil untuk
meningkatkan representasi perempuan dan minoritas di bidang ketenagakerjaan,
pendidikan, dan bisnis dari mana mereka telah historis dikecualikan.
Ø Tujuan Affirmative Action
Tindakan affirmatif merupakan upaya
untuk mempromosikan kesempatan yang sama. Hal ini sering dilembagakan dalam
pengaturan pemerintah dan pendidikan untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok
minoritas dalam suatu masyarakat termasuk dalam semua program. Pembenaran untuk
tindakan afirmatif adalah untuk mengkompensasi masa lalu, penganiayaan
diskriminasi atau eksploitasi oleh kelas penguasa budaya, atau untuk mengatasi
diskriminasi yang ada.
( Sumber : http://debyzhiezhiex.blogspot.co.id/2012/05/tugas-kuliah-affirmativeaction.html
)
B. Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan
Ø Macam-macam Hak Pekerja
1.
Hak atas Pekerjaan
Hak
atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia, alasan John Locke mengenai hal
tersebut, yaitu:
a. Kerja
adalah aktivitas tubuh, karena itu tidak dapat dilepaskan dari tubuh manusia
b. Kerja
merupakan perwujudan diri manusia. Melalui kerja manusia merealisasikan dirinya
serta membangun hidup dan lingkungannya agar lebih manusiawi
c. Kerja
berkaitan dengan hak atas hidup yang layak karena hanya dengan kerja manusia
dapat hidup dengan layak.
2.
Hak atas Upah yang Adil
Merupakan
hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak Ia mengikatkan diri untuk
bekerja pada suatu perusahaan.
Oleh
karena itu pengusaha wajib untuk memberikan upah yang adil.
Upah
adalah perwujudan atau kompensasi dari hasil kerja seseorang yang tidak
dinikmati secara langsung.
Upah
yang adil adalah upah yang berfluktuasi di atas tingkat upah minimum. Upah
minimum didasarkan pada perhitungan
kebutuhan pokok rata-rata bagi pekerja di tempat tersebut.
3.
Hak untuk Berserikat dan Berkumpul
Pekerja
harus dijamin haknya untuk membentuk serikat pekerja yang bertujuan untuk
memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggotanya.
4. Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan
Lingkungan
kerja dalam industri modern terutama yang penuh dengan resiko tinggi
mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan
kesehatan bagi pekerja.
5. Hak untuk Diproses Hukum secara Sah
6. Hak untuk Diperlakukan secara Sama
Hak
ini menegaskan bahwa semua pekerja harus diperlakukan secara sama, tidak boleh
ada diskriminasi dalam perusahaan, baik dalam sikap dan perlakuan, gaji, peluang untuk jabatan, pendidikan, pelatihan
dll.
7. Hak atas Rahasia Pribadi
Walaupun
perusahaan berhak mengetahui riwayat hidup dan data pribadi dari karyawannya,
namun karyawan mempunyai hak untuk dirahasikan data pribadinya dan perusahaan
harus menerima hal tersebut
8. Hak atas Kebebasan Suara Hati
Ø Perusahaan tidak boleh
mempraktikkan diskriminasi
Diskriminasi
selalu dilatarbelakangi oleh pandangan rasisme, sektarianisme atau seksisme dan
biasanya disertai prasangka buruk akan orang lain.
Dalam
konteks perusahaan, diskriminasi berarti membedakan antara pelbagai karyawan
karena alasan tidak relevan yang berakar dalam prasangka.
ü Apa
yang menjadi dasar etika untuk menolak diskriminasi?
ü Mengapa
perusahaan tidak boleh mempraktikkan diskriminasi?
Diskriminasi
adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paro kedua dari abad ke
20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis kelamin). Di Indonesia
diskriminasi timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi /
non-pribumi, dari para warga negara dan agama.
a. Diskriminasi
dalam konteks perusahaan
Istilah
diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti membedakan,
memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan
membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar
dari prasangka. Membedakan antara karyawan tentu sering terjadi karena alasan
yang sah. Dalam menerima karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat
seperti mempunyai pengalaman kerja sekian tahun, memiliki ijazah S-1 (malah
bisa ditambah dengan IPK minimal 2,75), menguasai bahasa Inggris, baik lisan
maupun tertulis dll. Dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan
mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya.
Hal-hal diatas adalah alasan yang relevan.
Bila
beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang
tidak relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip
terhdap ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain, latar
belakang terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme /
seksisme.
b. Argumentasi
etika melawan diskriminasi
1) Dari
pihak utilitarisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan
itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa
perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar
dan mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di
pasar bebas. Jika perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas
karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu
perusahaan harus menghindari diskriminasi demi kepentingannya sendiri.
2) Deontologi
berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang yang didikriminasi.Berarti tidak
menghormati martabat manusia yang
merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.
3) Teori
keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan keadilan,
khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif menuntut
bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada
alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Pikiran itu
sudah dikenal sebagai prinsip moral keadilan distributif.
c. Beberapa
masalah terkait
Tidak
bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi
historis, sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan faktor
sejarah dan sosio-budaya ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan
pendekatan hitam putih. Artinya tergantung dengan tempatnya sehingga bersifat
relativitas.
Dalam
konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk mengistimewakan
orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi karyawan, menyediakan
promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun
memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan diskriminasi,
favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan
bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila
perusahaan mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah
yang sama, memeluk agama yang sama, dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
menghindari favoritisme selalu merupakan pilihan terbaik dari sudut pandang
etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme, yang bertentangan
dengan keadilan distributif. Tetapi sulit untuk ditentukan pada saat mana
favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika.
Untuk
menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai istilah
affirmative action “aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi /
mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya di diskriminasi.
Ø Utilitarisme (peraturan)
Jika
suatu perbuatan membawa manfaaat sebesar-besarnya bagi banyak orang, maka
menurut utilitarisme perbuatan itu dianggap baik.
Kelemahan:
mengorbankan prinsip hak dan keadilan karena perbuatan yang bermanfaat bagi
banyak orang itu belum tentu perbuatan yang benar menurut hukum.
Jika
praktik diskriminasi justru menguntungkan perusahaan, apakah dengan demikian
hal itu dapat dibenarkan?
Ø Tanggung jawab pengusaha
pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3):
a. Mengelola
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Menjamin
Sistem Manajemen K3 bekerja dengan baik
c. Sistem
Managemen K3 Menjelaskan:
d. Bagaimana
usaha dijalankan
e. Bagaimana
dan seperti apa bahaya di tempat kerja
f. Bagaimana
perusahaan mengelola keselamatan properti ditempat kerja
g. Bagaimana
perusahaan mengelola keselamatan, kesehatan pekerja di tempat kerja.
Ø Pembelaan Diri Dari Pihak
Perusahaan:
Kematian/kerugian
pekerja tidak secara langsung disebabkan oleh tindakan pemimpin perusahaan.
Pekerja
menerima resiko dengan suka rela.
Syarat
agar pekerja dapat sungguh-sungguh bebas dalam mengambil keputusan untuk
mengambil suatu pekerjaan atau tidak:
a) Harus
tersedia pekerjaan alternatif
b) Harus
tersedia informasi yang lengkap tentang resiko yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
c) Perusahaan
harus semaksimal mungkin mengurangi resiko kerja.
Ø Menurut Keadilan Distributif
Pendukung
liberalisme berkeyakinan bahwa gaji dapat dianggap adil, manakala gaji diterima
para pekerja merupakan imbalan untuk prestasi. Pekerja yang berprestasi tinggi
diberi gaji besar, sebaliknya pekerja yang berprestasi rendah hanya diberi gaji
yang setimpal
Ø Pandangan sosialistis (dari
sudut pekerja)
Mereka
menekankan bahwa gaji baru adil, bila sesuai dengan kebutuhan si pekerja
beserta keluarganya. Selain itu, sosialisme juga berpendirian bahwa pekerja
berhak mengambil bagian dalam laba perusahaan.
Berikut kriteria yang dianggap
mencukupi untuk menilai gaji yang adil itu:
a) Prestasi
dan kebutuhan
b) Prinsip
"bagian yang sama"
c) Hak
d) Usaha
e) Konstribusi
kepada masyarakat
Ø Deontologi
Perbuatan
tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan
itu juga baik. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya, baru
dilakukan perbuatannya.
Diskriminasi
dalam perusahaan berarti melecehkan martabat karyawan karena tindakan tersebut
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang ia lakukan.
Misalnya,
mendiskriminasi karyawan karena perbedaan warna kulit, ras, atau jenis kelamin.
Ø Teori Keadilan
Keadilan
distributif menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan yang sama,
selama tidak ada alasan yang khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang
berbeda.
Diskriminasi
bertentangan dengan kewajiban menegakkan keadilan.
John Rawls
merumuskannya secara positif sebagai persamaan peluang yang fair, yang
menegaskan bahwa “kepada semua orang harus diberikan peluang yang sama secara
fair”, misalnya dalam hal seleksi karyawan.
Ø Favoritisme
Favoritisme
merupakan kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu.
Diskriminasi
selalu tidak etis apapun alasannya, sedangkan dalam hal favoritisme belum
tentu.
Kita
tidak tahu persis pada saat mana favoritisme telah melewati ambang batas etika,
menghindari favoritisme selalu merupakan pilihan terbaik dari sudut pandang
etika.
Ø Diskriminasi Terbalik/Aksi
Afirmatif
Aksi
afirmatif mencoba mengatasi atau sekurang-kurangnya mengurangi ketertinggalan
golongan yang dulunya didiskriminasi.
Bagi
yang pro, aksi afirmatif wajib dilakukan. Dasarnya adalah keadilan
kompensatoris.
Yang
kontra, menolak aksi afirmatif, dengan alasan bahwa aksi afirmatif menimbulkan
diskriminasi baru serta mengakibatkan keresahan dan frustasi yang tidak perlu
dalam masyarakat.
Jalan
tengah: prinsip “peluang yang sama untuk semua orang yang memenuhi syarat
dengan cara yang sama” tidak boleh dilewati. Namun, ketidakseimbangan antara
karyawan yang diakibatkan oleh diskriminasi terdahulu harus dihilangkan juga.
Enam Faktor khusus (Thomas
garret dan Richard Klonoski) :
1. Peraturan
Hukum
2. Gaji
yang lazim dalam sektor industri tertentu atau daerah tertentu
3. Kemampuan
perusahaan
4. Sifat
khusus pekerja tertentu
5. Perbandingan
dengan gaji lain dalam perusahaan
6. Perundingan
gaji yang fair
Ø Senioritas dan Imbalan
Rahasia
Senioritas
orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan mendapat gaji lebih tinggi
Sistem
penggajian bukan berdasarkan senioritas lagi, melainkan berdasarkan prestasi
dan hak
3
alasan mengapa perusahaan memberhentikan karyawan:
1. Alasan
internal (restrukturisasi, otomatisasi, dan merger dengan perusahaan lain)
2. Alasan
eksternal (koyungtur dan resesi ekonomi)
3. Kesalahan
karyawan.
3
hal penting yang harus diperhatikan majikan dalam memberhentikan karyawannya:
1. Majikan
hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat.
2. Majikan
harus berpegang pada prosedur yang semestinya.
3. Majikan
harus membatasi akibat negative bagi karyawan sampai seminimal mungkin.
Ø Kasus-Kasus Diskusi
Kasus-kasus
dan diskusi.
KASUS INVESTASI BODONG PT DUA BELAS SUKU (DBS)
Polisi terus memburu aset para
bos PT Dua Belas Suku (DBS). Setelah mengamankan sebuah mobil Toyota Camry
bernopol AG 12 JF, Jumat (10/4) petugas kembali menyita dua unit mobil.
Dua mobil itu
adalah Toyota Camry bernopol AG 12 RI dan Toyota Fortuner bernopol N 12 SK.
Dengan demikian, sudah ada tiga mobil yang disita petugas dan kini terparkir di
halaman belakang Mapolres Kota (Mapolresta) Blitar. Fortuner dan Camry tersebut
disita dari rumah keluarga para bos perusahaan berkedok investasi uang itu.
Menurut
Kasatreskrim Polresta Blitar AKP Naim Ishak, meski sudah ada tiga mobil yang
disita, pihaknya terus memburu aset-aset milik pimpinan PT DBS. Sebelumnya,
ruko yang dijadikan kantor perusahaan tersebut disegel. ''Kami masih memburu
dua mobil lain yang dititipkan di rumah milik keluarga pimpinan DBS,'' ujarnya.
Lima mobil diyakini milik para pimpinan DBS.
Namun, tutur
Naim, pihaknya belum bisa menyita server di kantor DBS, Jalan
TGP. Sebab, petugas yang memegang kunci masih berada di luar kota. Kendati
begitu, polisi telah menyita tiga buku rekening bank milik para bos DBS.
Rekening tersebut diduga sebagai tempat menyimpan keuntungan dari bisnis
mengelola uang dari member. ''Soal jumlah dan aliran uangnya, kami
masih menelusuri dari mana saja,'' tuturnya.''Polisi memang harus teliti dalam
kasus ini. Para pimpinan perusahaan itu pintar dan sangat menguasai bidangnya
maupun memanfaatkan celah dalam melakukan penipuan ini,'' terangnya.
Naim
menyatakan, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan dua komisaris DBS, yakni Jefry
Christian Daniel dan istrinya, Naning Yuliati, hari ini (11/4). ''Diupayakan
agar dua komisaris itu segera diperiksa.Diperkirakan Sabtu (hari ini, Red),''
jelas perwira asal Ternate tersebut. Dia memastikan tidak akan mengistimewakan
keduanya dalam pemeriksaan. Seperti pimpinan DBS lainnya, pasangan suami istri
tersebut bakal diperlakukan sama. Keduanya mungkin juga ditahan.
Tetapi, hal itu akan bergantung
pada penyelidikan nanti. ''Kalau memang penyidik menghendaki adanya penahanan,
akan dilakukan. Lihat saja nanti perkembangan setelah pemeriksaan.Belum bisa
dijelaskan sekarang,'' paparnya.Hari ini polisi berencana menjemput dua komisaris
yang kabarnya dirawat di sebuah klinik di kawasan Kesamben. Selanjutnya, mereka
dibawa ke Polresta Blitar dan dititipkan di sebuah rumah sakit di Kota Blitar.
Sebelumnya, polisi bersikap tegas dalam mengusut kasus macetnya pencairan
uang investasi member PT DBS. Tiga pimpinan atau bos perusahaan tersebut
yang menjadi tersangka akhirnya ditahan. Penahanan dilakukan setelah para
tersangka diperiksa secara maraton lebih dari empat jam. Penahanan dimaksudkan
agar memudahkan penyidikan dan meminimalkan upaya menghilangkan barang bukti.
Tiga bos DBS yang ditahan kemarin adalah Rinekso Dwi Raharjo (direktur utama),
Natalia Riena Rosari (direktur keuangan), dan Yermia Suryo Kusumo
(direktur income).
ANALISA
Investasi bodong yang dilakukan oleh para pimpinan PT DBS (blitar) adalah
perilaku pegawai yang tidak etis dalam memimpin suatau organisasi bisnis. Sikap tidak etis para
pimpinan PT DBS (blitar) mencerminkan pegawai
telah melalaikan kewajibannya yaitu melaksanakan berbagai aktivitasya untuk menghadapi pencapaian tujuan perusahaan.
Ø
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuel
G Velaquez, 2003, Concept and Cases, Prentice Hall Inc
2. Sonny
Keraf, 1999, Etika binsis, penerbit Kanisius
3. K.
Bertens, 2003, Etika Bisnis
4. Joseph
W Weiss, 2001, Business Ethics : A Managerial, Stakerholder Approach, Belmont
Wadswotch Pub.com.
5. https://prezi.com/jt5ph5_orlry/kewajiban-perusahaan-terhadap-karyawan/
6. http://abidshoftskill.blogspot.co.id/2015/04/kewajiban-karyawan-dan-perusahaan.html
7. https://athirah09.wordpress.com/2011/10/15/bisnis-global/
8. http://yanawulan.blogspot.co.id/2013/11/peranan-dan-manfaat-etika-bisnis-di.html
9. http://theachitaaa.blogspot.co.id/
http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/06/10/090673887/dumping-ammonium-nitrat-matikan-industri-domestik
10. Sumber
: http://bamzofimagination.blogspot.co.id/2013/05/organisasi-rasional.html
11. http://debyzhiezhiex.blogspot.co.id/2012/05/tugas-kuliah-affirmative-action.html
CREDIT FILE : NIJAR KURNIA ROMDONI, S.E.
KLIK LINK INI UNTUK MENDOWNLOAD FILE.
PASSWORD: hukumkomersial.FM
Post a Comment