Hat-Hati Dengan "Cerita Palsu" Dari Situs-Situs HOAX

Farihin Muhamad
0
Images from: http://www.hoax-slayer.com/images/home-page-slider-3.jpg

Terinspirasi dari temuan dan tulisan Craig Sullivan ini saya sontak sedikit terusik, karena seperti apa yang ada pada artikeh headline-nya: "A BuzzFeed News analysis found that top fake election news stories generated more total engagement on Facebook than top election stories from 19 major news outlets combined.", jadi penelitian analis BuzzFeed mendapati bahwa cerita palsu (fake) dari sumber antah-berantah (fake juga mungkin) ternyata lebih banyak menuai tanggapan dan share pada media sosial (semisal facebook) ketimbang berita-berita dari sumber terpercaya yang terkenal kredible di US sana (semacam New York Times, Washington Post, Huffington Post, NBC News, dll.) sedikit banyaknya hal ini mirip dengan apa yang tengah terjadi di negara kita tercinta Indonesia saat ini (jika anda tidak setuju tak apa, ini hanya opini saya).

Tiap hari saat tengah berselancar di jagat facebook rasanya belum pernah saya absen melihas share artikel/postingan blog/website yang nadanya rata-rata berbau provokasi ataupun penggiringan opini (belum lagi postingan akun yang meminta like, share, dan mengkalim "anda masuk surga") dan yang menjadi keheranan saya tetap saja banyak orang yang share dan comment. Namun ternyata di negara maju seperti US pun (yang konon sudah melek teknologi lebih dulu dari Indonesia, dan konon katanya open minded) kejadian/fenomena seperti ini toh terjadi juga jadi mungkin jika ada opini yang mengatakan "Masyarakat kita belum cerdas!" mungkin pernyataan dan yang mengatakan hal ini adalah nonsense alias salah kaprah.

Permasalahan di kita ternyata masih ada lagi, banyak masyarakat sekarang yang rata-rata sudah tidak percaya lagi pada media-media tertentu (cetak, tv, dll.). Media massa yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai idealisme sekarang rata-rata sudah kehilangan idealismenya dan sudah banyak yang digunakan untuk menggiring opini publik, ya ini tentunya dikarenakan faktor kepentingan pihak tertentu yang bisa saja orang dalam media atau orang luar media, saya tidak akan banyak mencontohkan karena mungkin anda berbeda pemikiran dengan saya, akan tetapi jika pemikiran kita sama anda pasti sudah tahu apa saja contohnya.

Yang lebih berbahaya lagi adalah isu SARA. Kalau sudah berbicara tentang SARA memang sangat rumit, hal ini berkaitan dengan keyakinan, kepercayaan, dan penilaian pada diri seseorang secara pribadi maupun kelompok dan golongan secara umum. Indonesia adalah negara yang kaya akan suku, bangsa, bahasa, dan kebudayaan dengan perbedaannya juga yang sangat beragam, tentunya isu SARA ini akan sangat mugkin menjadi salah satu faktop pemicu penggiringan opini publik. Biasanya ada 3 pemeran dalam hal ini, ada yang pro, kontra, dan yang netral. Terus terang saja biasanya saya berada pada kelompok yang netral, contohnya pada kejadian yang sekarang sedang marak dibicarakan mengenai dugaan penistaan agama oleh cagub DKI, terkadang di wall facebook saya orang yang pro tak hentinya posting tentang bukti-bukti (yang mungkin menurut mereka adalah bukti yang benar) mengenai dugaan tersebut, dan yang kontra juga tidak henti-henti memberikan penyangkalan dan menuding balik (yang mungkin menurut mereka itu benar), dan hal ini sudah cukup membuat saya miris, dan ada satu hal yang paling saya tidak suka - pernah saya membaca pada sebuah status ada statement yang mengatakan bahwa "netral itu sikap pengecut" terlebih lagi yang mengeluarkan statement ini bukan orang biasa seperti saya akan tetapi orang yang mempunyai influence besar pada banyak orang (jadi mau dibilang bukan penggiringan opini?). Pro, kontra, netral, semua itu sikap dan jika kita sudah menghakimi satu sikap berdasarkan sikap kita, dan terlebih lagi jika menggiring sikap mereka kepada sikap kita maka kita tak ayalnya para provokator diluar sana, biarkan orang dengan sikap mereka dan kita dengan sikap kita, hargai satu sama lain, jika tidak bisa menghargai disitulah waktu terbaik anda untuk menjadi netral - DIAM.

Saya tidak mau menggurui, namun memang kita hidup di jaman yang seperti ini (jadi mau bagaimana lagi). Kita tidak boleh hilang kepercayaan pada apa yang kita percayai, namun kita juga tidak boleh menelan bulat-bulat apa yang menjadi ketidak sukaan kita lalu meneriakkannya sekeras-kerasnya. Kumpulkan fakta sebanyaknya sebelum kita menentukan benar atau salah, ingat jaman sekarang sudah bukan jamannya "ceunah", "jarene", "katanya", jaman sekarang semuanya membutuhkan fakta. Bicara dengan fakta = berlian, bicara semau dan sekehendak kita = sampah, dan diam = emas, tentukan pilihan anda sendiri.
Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)